LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI

ACARA 9
MENGUKUR PERTUMBUHAN MIKROORGANISME


LogoUnib.png
 













Disusun Oleh :

Nama                           : Putri Mian Hairani
NPM                            : E1J012014
Hari & tgl Praktikum   : Selasa, 7 Mei 2013 (14.00-16.00 WIB)
Dosen P.                      : Ir. Mucharromah M.Sc., Ph.D
Co-ass                          : Agung Matsetio





Laboratorium Ilmu Hama PenyakitTanaman
FakultasPertanian
Universitas Bengkulu
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

            Pertumbuhan mikroorganisme merupakan hasil proses yang sangat kompleks dan merupakan ekspresi komulatif dari bermacam-macam aktivitas metabolik yang melibatkan sejumlah besar reaksi ensimatis. Reaksi-reaksi ensimatis tersebut dipengaruhi oleh berbagai macam faktor lingkungan, seperti : suhu, kelembaban, intensitas cahaya, radiasi, bahan kimia, dan lain-lain. Suhu mempunyai pengaruh utama terhadap semua aktivitas seluler. Aktivitas mikroorganisme akan mulai pada suhu minimum, meningkat ke arah optimum, kemudia turun sampai suhu maksimum dan berhenti pada suhu di atas maksimum. Antara mikroorganisme satu dengan lainnya berbeda kisaran suhu minimum, optimum, dan maksimumnya. Kelembaban di atas substrat atau medium tumbuh merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan reproduksi mikroorganisme. Salah satu penyebabnya karena pembentukan ensim-ensim pertumbuhan dan reproduksi pada beberapa mikroorganisme diketahui hanya berlangsung pada kisaran kelembaban tertentu.  
            Beberapa cara dapat dilakukan untuk mengukur pertumbuhan mikroorganisme, yakni: mengukur diameter koloni, mengukur luas koloni, menghitung jumlah sel yang terbentuk, menimbang berat kering koloni, mengukur konsentrasi komponen sel, dan mengukur kemampuan metabolisme. Mengukur pertumbuhan dengan ukuran diameter koloni merupakan ukuran yang paling kasar, karena semua koloni dianggap satu garis atau berdimensi satu. Mengukur luas koloni akan setingkat lebih halus dibanding mengukur diameter karena sudah mempunyai dimensi dua. Mengukur pertumbuhan dengan ukuran jumlah sel hanya dapat dilakukan untuk mikroorganisme bersel tunggal. Mengukur berat kering dapat merupakan teknik mengukur pertumbuhan yang cukup mewakili, sedangkan dengan mengukur konsentrasi komponen sel maupun kemampuan metabolisme memerlukan peralatan yang sedikit rumit.            
            pengetahuan tentang pengaruh faktor lingkungan terhadapa kehidupan mikroorganisme sangat penting bagi kita. Dengan mengetahui pengaruh tersebut, maka mikroorganisme dapat kita kendalikan kehidupannya untuk kepentingan manusia. 


1.2  Tujuan Praktikum
ACARA PENGARUH SUHU TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR           
·         Agar mahasiswa mampu mengukur pengaruh suhu (temperatur) terhadap pertumbuhan mikroorganisme   
·         Agar mahasiswa mampu membuktikan bahwa pertumbuhan mikroorganisme terjadi pada kisaran suhu tertentu           
ACARA PENGARUH KADAR AIR TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR
·         Agar mahasiswa mampu mengukur pengaruh kadar air terhadap pertumbuhan mikroorganisme     
·         Agar mahasiswa mampu membuktikan bahwa pertumbuhan mikroorganisme terjadi pada kisaran kadar air tertentu           
ACARA PENGARUH BAHAN KIMIA TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR ATAU BAKTERI
·         Agar mahasiswa mampu membuktikan bahwa pertumbuhan mikroorganisme dipengaruhi pada bahan kimia tertentu           










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

            Pertumbuhan mikroba pada umumnya sangat tergantung dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perubahan faktor lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi. Hal ini dikarenakan, mikroba selain menyediakan nutrient yang sesuai untuk kultivasinya, juga diperlukan faktor lingkungan yang memungkinkan pertumbuhan mikroba secara optimum. Mikroba tidak hanya bervariasi dalam persyaratan nutrisinya, tetapi menunjukkan respon yang menunjukkan respon yang berbeda-beda. Untuk berhasilnya kultivasi berbagai tipe mikroba diperlukan suatu kombinasi nutrient serta faktor lingkungan yang sesuai (Pelczar & Chan, 1986).           
            Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan hal yang penting dalam ekosistem pangan. Suatu pengetahuan dan pengertian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan tersebut sangat penting untuk mengendalikan hubungan antara mikroorganisme-makanan-manusia. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme meliputi suplai zat gizi, waktu, suhu, air, pH dan tersedianya oksigen (Buckle, 1985).          
            Kehidupan bakteri tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, akan tetapi juga mempengaruhi keadaan lingkungan. Bakteri dapat mengubah pH dari medium tempat ia hidup, perubahan ini disebut perubahan secara kimia. Adapun faktor-faktor lingkungan dapat dibagi atas faktor-faktor biotik dan faktor-faktor abiotik. Di mana, faktor-faktor biotik terdiri atas makhluk-makhluk hidup, yaitu mencakup adanya asosiasi atau kehidupan bersama antara mikroorganisme, dapat dalam bentuk simbiose, sinergisme, antibiose dan sintropisme. Sedangkan faktor-faktor abiotik terdiri atas faktor fisika (misal: suhu, atmosfer gas, pH, tekanan osmotik, kelembaban, sinar gelombang dan pengeringan) serta faktor kimia (misal: adanya senyawa toksik atau senyawa kimia lainnya (Hadioetomo, 1993).  
            Karena semua proses pertumbuhan bergantung pada reaksi kimiawi dan karena laju reaksi-reaksi ini dipengaruhi oleh temperatur, maka pola pertumbuhan bakteri dapat sangat dipengaruhi oleh temperatur. Temperatur juga mempengaruhi laju pertumbuhan dan jumlah total pertumbuhan organisme. Keragaman temperatur dapat juga mengubah proses-proses metabolik tertentu serta morfologi sel (Pelczar & Chan, 1986).    
            Medium harus mempunyai pH yang tepat, yaitu tidak terlalu asam atau basa. Kebanyakan bakteri tidak tumbuh dalam kondisi terlalu basa, dengan pengecualian basil kolera (Vibrio cholerae). Pada dasarnya tak satupun yang dapat tumbuh baik pada pH lebih dari 8. Kebanyakan patogen, tumbuh paling baik pada pH netral (pH7) atau pH yang sedikit basa (pH 7,4). Beberapa bakteri tumbuh pada pH 6;tidak jarang dijumpai organisme yang tumbuh baik pada pH 4 atau 5. Sangat jarang suatu organisme dapat bertahan dengan baik pada pH 4; bakteri autotrof tertentu merupakan pengecualian. Karena banyak bakteri menghasilkan produk metabolisme yang bersifat asam atau basa (Volk&Wheeler,1993).  
            Di dalam alam yang sewajarnya, bakteri jarang menemui zat-zat kimia yang menyebabkan ia sampai mati karenanya. Hanya manusia di dalam usahanya untuk membebaskan diri dari kegiatan bakteri meramu zat-zat yang dapat meracuni bakteri, akan tetapi tidak meracuni diri sendiri atau meracuni zat makanan yang diperlukannya. Zat-zat yang hanya menghambat pembiakan bakteri dengan tidak membunuhnya disebut zat antiseptik atau zat bakteriostatik (Dwidjoseputro,1994).            
            Desinfektan adalah bahan kimia yang dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Faktor utama yang menentukan bagaimana desinfektan bekerja adalah kadar dan suhu desinfektan, waktu yang diberikan kepada desinfektan untuk bekerja, jumlah dan tipe mikroorganisme yang ada, dan keadaan bahan yang didesinfeksi. Jadi terlihat sejumlah faktor harus diperhatikan untuk melaksanakan tugas sebaik mungkin dalam perangkat suasana yang ada. Desinfeksi adalah proses penting dalam pengendalian penyakit, karena tujuannya adalah perusakan agen – agen patogen. Berbagai istilah digunakan sehubungan dengan agen – agen kimia sesuai dengan kerjanya atau organisme khas yang terkena. Mekanisme kerja desinfektan mungkin beraneka dari satu desinfektan ke yang lain. Akibatnya mungkin disebabkan oleh kerusakan pada membran sel atau oleh tindakan pada protein sel atau pada gen yang khas yang berakibat kematian atau mutasi (Volk dan Wheeler, 1993).






BAB III
BAHAN DAN METODE PRAKTIKUM

ACARA PENGARUH SUHU TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR
3.1 Bahan dan Alat
Bahan  : biakan jamur, PDA
Alat     : jarum ent, bor gabus, ose, tabung reaksi, gelas ukur, pipet ukur, kertas milimeter,                 lampu spiritus, ruang inkubasi
3.2 Prosedur Kerja
·         Medium dituang ke dalam 9 cawan petri dan setelah medium memadat, diinokulasi dengan biakan jamur satu bor gabus, sehingga diperoleh biakan baru
·         Biakan baru diinkubasikan ke dalam 3 ruangan yang suhunya berbeda, masing-masing 3 cawan petri, yakni: pada suhu rendah (15o-20oC), suhu kamar (26o-32oC), dan suhu tinggi (>37oC)
·         Setelah 3 hari, diamati pertumbuhannya, yaitu dengan cara mengukur luas koloni atau akan lebih baik dengan menimbang berat kering biakan
·         Bandingkan pertumbuhan jamur pada ketiga perlakuan suhu,, tentukan perlakuan mana yang menunjukkan pertumbuhan tercepat dan perlakuan mana yang pertumbuhannya paling lambat. Jelaskan menggunakan pustaka, mengapa demikian

ACARA PENGARUH KADAR AIR TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR
3.3 Bahan dan Alat
Bahan  : biakan jamur, SSPDA (Single Streng Potato Dextrose Agar), DSPDA, TSPDA
Alat     : jarum ent, bor gabus, ose, tabung reaksi, gelas ukur, pipet ukur, kertas milimeter,   lampu spiritus, ruang inkubasi
3.4 Prosedur Kerja
·         Tiga jenis medium kultur dituangkan ke dalam 3 cawan petri yang berbeda
·         Setelah medium memadat, masing-masing diinokulasi dengan biakan jamur satu bor gabus, kemudian diinkubasikan ke dalam ruangan
·         Setelah 2-3 hari, diamati pertumbuhannya, pengamatan pertumbuhan dilakukan dengan cara mengukur luas koloni dan menimbang berat kering biakan
·         Bandingkan pertumbuhan jamur pada ketiga perlakuan tersebut, tentukan perlakuan mana yang menunjukkan pertumbuhan tercepat dan perlakuan mana yang pertumbuhannya paling lambat. Jelaskan menggunakan pustaka, mengapa demikian.
3.5 Bahan dan Alat
Bahan  : biakan jamur, PDA, NaCl, antibiotik
Alat     : jarume nt, bor gabus, ose, tabung reaksi, gelas ukur, pipet ukur, kertas milimeter,    lampu spiritus , ruang inkubasi
3.6 Prosedur Kerja
·         Menyediakan enam bulatan kertas saring steril, kemudian dua kertas dicelupkan ke dalam larutan garam dapur 1.000 ppm, dua kertas dicelupkan dalam larutan antibiotik 1.000 ppm, dan dua kertas sisanya dicelupkan ke dalam air steril, kemudian dikeringkan di ruang steril
·         Menyediakan dua cawan petri steril yang dituangi medium kultur masing-masing sebanyak 12 mL kemudian digoyang-goyang dan dibiarkan tertutup sampai medium memadat
·         Kedua medium dalam cawan masing-masing diinokulasi dengan biakan jamur satu bor gabus, tepat di tengah lingkaran medium, (jika yang digunakan bakteri menggunakan metode spread plate)
·         Letakkan di tiga tempat masing-masing kertas saring yang telah dicelup larutan garam, antibiotik dan air steril dengan jarak yang sama pada arah radier dari bulatan biakan jamur
·         Setelah 3-5 hari diinkubasi, diukur luas lingkungan kertas yang tidak ditumbuhi miselium jamur
·         Bandingkan hambatan pertumbuhan jamur pada ketiga perlakuan tersebut, urutkan perlakuan mulai dari yang menunjukkan hambatan terluas. Jelaskan menggunakan pustaka, mengapa demikian
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan


255472_503684546347758_1327575182_n.jpg
945512_503684629681083_572460543_n.jpg


264470_503684639681082_425042084_n.jpg
960296_503684573014422_1882782774_n.jpg


942818_503684566347756_1886425950_n.jpg
942750_503684699681076_34568261_n.jpg


4.2 Pembahasan

            Pertumbuhan Mikroba pada umumnya sangat tergantung dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Perubahan faktor lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi. Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme yaitu : suhu (temperatur), kadar air, dan pengaruh bahan kimia.      
            1.  Pengaruh Temperatur
Temperatur merupakan salah satu faktor yang penting di dalam kehidupan. Temperatur menentukan aktivitas enzim yang terlibat dalam aktivitas kimia. Peningkatan temperatur sebesar 10oC dapat meningkatkan aktivitas enzim sebesar dua kali lipat. Beberapa jenis mikroba dapat hidup di daerah temperatur yang luas sedang jenis lainnya pada daerah yang terbatas. Pada umumnya batas daerah tempetur bagi kehidupan mikroba terletak di antara       0 oC dan 90 oC, sehingga untuk masing-masing mikroba dikenal nilai temperatur minimum, optimum dan maksimum. Temperatur minimum suatu jenis mikroba ialah nilai paling rendah dimana kegiatan mikroba asih berlangsung. Temperatur optimum adalah nilai yang paling sesuai atau baik untuk kehidupan mikroba. Temperatur maksimum adalah nilai tertinggi yang masih dapat digunakan untuk aktivitas mikroba tetapi pada tingkatan kegiatan fisiologi yang paling minimal. Daya tahan mikroba terhadap temperatur tidak sama untuk tiap-tiap spesies. Ada spesies yng mati setelah mengalami pemanasan beberapa menit didalam medium pada temperature 60 oC; sebaliknya bakteri yang membentuk spora seperti genus Bacillus dan genus Clostridium tetap hidup setelah dipanasi dengan uap 100 oC atau lebih selama 30 menit. Golongan bakteri yang dapat hidup pada batas-batas temperature yang sempit, misalnya Gonococcus yang hanya dapat hidup pada kisaran 30-40 oC. golongan mikroba yang memiliki batas temperatur minimum dan maksimum tidak telalu besar, disebut stenotermik. Tetapi Escherichia coli tumbuh pada kisaran temperatur 8-46 oC, sehingga beda (rentang) antara temperatur minimum besar, inilah yang disebut golongan euritermik. Bila mikroba dipiara dibawah temperatur minimum atau sedikit diatas temperatur maksimum tidak segera mati, melainkan dalam keadaan dormansi (tidur).
Berdasarkan daerah aktivitas temperatur, mikroba di bagi menjadi 3 golongan, yaitu:
·         Mikroba psirkofilik (kryofilik) adalah golongan mikroba yang dapat tumbuh pada daerah temperatur antara 0 oC sampai 30 oC, dengan temperatur optimum 15 oC. kebanyakan golongan ini tumbuh d tempat-tempat dingin, baik di daratan maupun di lautan.
·         Mikroba mesofilik adalah golongan mikroba yang mempunyai temperatur optimum pertumbuhan antara 25-37 oC minimum 15 oC dan maksimum di sekitar 55 oC. umumnya hidup di dalam alat pencernaan, kadang-kadang ada juga yang dapat hidup dengan baik pada temperatur 40 oC atau lebih.
·         Mikroba termofilik adalah golongan mikroba yang dapat tumbuh pada daerah temperature tinngi, optimum 55-60 oC, minmum 40 oC, sedangkan maksimum 75 oC. golongan ini terutama terdapat di dalam sumber-sumber air panas dan tempat-tempat lain yang bertemperatur lebih tinggi dari 55 oC.
            Temperatur tinggi melebihi temperatur maksimum akan menyebabkan denaturasi protein dan enzim. Hal ini akan menyebabkan terhentinya metabolisme. Dengan nilai temperatur yang melebihi maksimum, mikroba akan mengalami kematian. Titik kematian termal suatu jenis mikroba (Thermal Death Point) adalah nilai temperatur serendah-rendahnya yang dapat mematikan jenis mikroba yang berada dalam medium standar selama 10 menit dalam kondisi tertentu. Laju kematian termal (thermal Deat Rate) adalah kecepatan kematian mikroba akibat pemberian temperatur. Hal ini karena tidak semua spesies mati bersama-sama pada suatu temperatur tertentu. Biasanya, spesies yang satu lebih tahan dari pada yang lain terhadap suatu pemanasan, oleh karena itu masing-masing spesies itu ada angka kematian pada suatu temperatur. Waktu kematian temal (Thermal Death Time) merupakan waktu yang diperlukan untuk membunuh suatu jenis mikroba pada suatu temperatur yang tetap.
2.  Kelembaban dan Pangaruh Kebasahan serta Kekeringan
            Mikroba mempunyai nilai kelembaban optimum. Pada umumnya untuk pertumbuhan ragi dan bakteri diperlukan kelembaban yang tinggi di atas 85%, sedangkan untuk jamur di perlukan kelembaban yang rendah dibawah 80%. Banyak mikroba yang tahan hidup di dalam keadaan kering untuk waktu yang lama, seperti dalam bentuk spora, konidia, artospora, klamidospora dan kista. Setiap mikroba memerlukan kandungan air bebas tertentu untuk hidupnya, biasanya diukur dengan parameter aw (water activity) atau kelembaban relatif. Mikroba umumnya dapat tumbuh pada aw 0,998-0,6. bakteri umumnya memerlukan aw 0,90- 0,999. Mikroba yang osmotoleran dapat hidup pada aw terendah (0,6) misalnya khamir Saccharomyces rouxii. Aspergillus glaucus dan jamur benang lain dapat tumbuh pada aw 0,8. Bakteri umumnya memerlukan aw atau kelembaban tinggi lebih dari 0,98, tetapi bakteri halofil hanya memerlukan aw 0,75. Mikroba yang tahan kekeringan adalah yang dapat membentuk spora, konidia atau dapat membentuk kista. Adapun syarat-syarat yang menentukan matinya bakteri karena kekeringan itu ialah:
·         Bakteri yang ada dalam medium susu, gula, daging kering dapat bertahan lebih lama daripada di dalam gesekan pada kaca obyek. Demikian pula efek kekeringan kurang terasa, apabila bakteri berada di dalam sputum ataupun di dalam agar-agar yang kering.
·         Pengeringan di dalam terang itu pengaruhnya lebih buruk daripada pengeringan di dalam gelap.
·         Pengeringan pada suhu tubuh (37°C) atau suhu kamar (+ 26 °C) lebih buruk daripada pengeringan pada suhu titik-beku.
·         Pengeringan di dalam udara efeknya lebih buruk daripada pengeringan di dalam vakum ataupun di dalam tempat yang berisi nitrogen. Oksidasi agaknya merupakan faktor-maut.

   3. Faktor-faktor Kimia
          Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba yaitu seperti senyawa yang berupa desinfektan dan antibiotik. Zat-zat yang hanya menghambat pembiakan bakteri dengan tidak sampai membunuhnya disebut zat antiseptik atau zat baktetiostatik. Zat yang dapat membunuh membunuh bakteri disebut desinfektan, germisida atau bakterisida.
1. Desinfektan
a. Fenol Dan Senyawa-Senyawa Lain Yang Sejenis
            Larutan fenol 2 sampai 4% berguna bagi desinfektan. Kresol atau kreolin lebih baik khasiatnya daripada fenol. Lisol ialah desinfektan yang berupa campuran sabun dengan kresol; lisol lebih banyak digunakan daripada desinfektan-desinfektan yang lain. Karbol ialah lain untuk fenol. Seringkali orang mencampurkan bau-bauan yang sedap, sehingga desinfektan menjadi menarik.
b. Formaldehida (CH2O)       
            Suatu larutan formaldehida 40% biasa disebut formalin. Desinfektan ini banyak sekali digunakan untuk membunuh bakteri, virus, dan jamur. Formalin tidak biasa digunakan untuk jaringan tubuh manusia, akan tetapi banyak digunakan untuk merendam bahanbahan laboratorium, alat-alat seperti gunting, sisir dan lain-lainnya pada ahli kecantikan.
c. Alkohol      
            Etanol murni itu kurang daya bunuhnya terhadap bakteri. Jika dicampur dengan air murni, efeknya lebih baik. Alkohol 50 sampai 70% banyak digunakan sebagai desinfektan.
d. Yodium      
            Yodium-tinktur, yaitu yodium yang dilarutkan dalam alkohol, banyak digunakan orang untuk mendesinfeksikan luka-luka kecil. Larutan 2 sampai 5% biasa dipakai. Kulit dapat terbakar karenanya , oleh sebab itu untuk luka-luka yang agak lebar tidak digunakan yodium-tinktur.
e. Klor Dan Senyawa Klor     
            Klor banyak digunakan untuk sterilisasi air minum. Persenyawaan klor dengan kapur atau natrium merupakan desinfektan yang banyak dipakai untuk mencuci alat-alat makan dan minum.
2. Zat Warna  
            Beberapa macam zat warna dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Pada umumnya bakteri gram positif iktu lebih peka terhadap pengaruh zat warna daripada bakteri gram negative. Hijau berlian, hijau malakit, fuchsin basa, kristal ungu sering dicampurkan kepada medium untuk mencegah pertumbuhanbakteri gram positif. Kristal ungu juga dipakai untuk mendesinfeksikan luka-luka pada kulit. Dalam penggunaan zat warna perlu diperhatikan supaya warna itu tidak sampai kena pakaian.
3. Obat Pencuci (Detergen)   
            Sabun biasa itu tidak banyak khasiatnya sebagai obat pembunuh bakteri, tetapi kalau dicampur dengan heksaklorofen daya bunuhnya menjadi besar sekali. Sejak lama obat pencuci yang mengandung ion (detergen) banyak digunakan sebagai pengganti sabun. Detergen bukan saja merupakan bakteriostatik, melainkan juga merupakan bakterisida. Terutama bakteri yang gram positif itu peka sekali terhadapnya. Sejak 1935 banyak dipakai garam amonium yang mengandung empat bagian. Persenyawaan ini terdiri atas garam dari suatu basa yang kuat dengan komponen-komponen. Garam ini banyak sekali digunakan untuk sterilisasi alat-alat bedah, digunakan pula sebagai antiseptik dalam pembedahan dan persalinan, karena zat ini tidak merusak jaringan, lagipula tidak menyebabkan sakit. Sebagai larutan yang encer pun zat ini dapat membunuh bangsa jamur, dapat pula beberapa genus bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Agaknya alkil-dimentil bensil-amonium klorida makin lama makin banyak dipakai sebagai pencuci alat-alat makan minum di restoran-restoran. Zat ini pada konsentrasi yang biasa dipakai tidak berbau dan tidak berasa apa-apa.
4. Sulfonamida           
            Sejak 1937 banyak digunakan persenyawaan-persenyawaan yang mengandung belerang sebagai penghambat pertumbuhan bakteri dan lagi pula tidak merusak jaringan manusia. Terutama bangsa kokus seperti Streptococcus yang menggangu tenggorokan, Pneumococcus, Gonococcus, dan Meningococcus sangat peka terhadap sulfonamida. Penggunaan obat-obat ini, jika tidak aturan akan menimbulkan gejalagejala alergi, lagi pula obat-obatan ini dapat menimbulkan golongan bakteri menjadi kebal terhadapnya. Khasiat sulfonamida itu terganggu oleh asam-p-aminobenzoat. Asam-p-aminobenzoat memegang peranan sebagai pembantu enzim-enzim pernapasan, dalam hal itu dapat terjadi persaingan antara sulfanilamide dan asam-paminobenzoat. Sering terjadi, bahwa bakteri yang diambil dari darah atau cairan tubuh orang yang habis diobati dengan sulfanilamide itu tidak dapat dipiara di dalam medium biasa. Baru setelah dibubuhkan sedikit asam-p-aminobenzoat ke dalam medium tersebut, bakteri dapat tumbuh biasa. Berikut ialah rumus bangun sulfonamide dan asam-p-aminobenzoat.
5. Antibiotik   
            Antibiotik yang pertama dikenal ialah pinisilin, yaitu suatu zat yang dihasilkan oleh jamur Pinicillium. Pinisilin di temukan oleh Fleming dalam tahun 1929, namun baru sejak 1943 antibiotik ini banyak digunakan sebagai pembunuh bakteri. Selama Perang Dunia Kedua dan sesudahnya bermacam-macam antibiotik diketemukan, dan pada dewasa ini jumlahnya ratusan. Genus Streptomyces menghasilkan streptomisin, aureomisin, kloromisetin, teramisin, eritromisin, magnamisin yang masing-masing mempunyai khasiat yang berlainan. Akhir-akhir ini orang telah dapat membuat kloromisetin secara sintetik, obat-obatan ini terkenal sebagai kloramfenikol. Diharapkan antibiotik-antibiotik yang lain pun dapat dibuat secara sintetik pula. Ada yang kita kenal beberapa antibiotik yang dapat dihasilkan oleh golongan jamur, melainkan oleh golongan bakteri sendiri, misalnya tirotrisin dihasilkan oleh Bacillus brevis, basitrasin oleh Bacillus subtilis, polimiksin oleh Bacillus polymyxa. Antibiotik yang efektif bagi banyak spesies bakteri, baik kokus, basil, maupun spiril, dikatakan mempunyai spektrum luas. Sebaliknya, suatu antibiotik yang hanya efektif untuk spesies tertentu, disebut antibiotik yang spektrumnya sempit. Pinisilin hanya efektif untuk membrantas terutama jenis kokus, oleh karena itu pinisilin dikatakan mempunyai spektrum yang sempit. Tetrasiklin efektif bagi kokus, basil dan jenis spiril tertentu, oleh karena itu tetrasiklin dikatakan mempunyai spektrum luas. Sebelum suatu antibiotik digunakan untuk keperluan pengobatan, maka perlulah terlebih dahulu antibiotik itu diuji efeknya terhadap spesies bakteri tertentu.
6. Garam – Garam Logam     
             Garam dari beberapa logam berat seperti air raksa dan perak dalam jumlah yang kecil saja dapat menumbuhnkan bakteri, daya mana disebut oligodinamik. Hal ini mudah sekali dipertunjukkan dengan suatu eksperimen. Sayang benar garam dari logam berat itu mudah merusak kulit, maka alat-alat yang terbuat dari logam, dan lagi pula mahal harganya. Meskipun demikian orang masih bisa menggunakan merkuroklorida (sublimat) sebagai desinfektan. Hanya untuk tubuh manusia lazimnya kita pakai merkurokrom, metafen atau mertiolat. ONa HgOH SHgCH2.CH3 CH3 NO3 COONa metafen mertiolat Persenyawaan air rasa yang organik dapat pula dipergunakan untuk membersihkan biji – bijian supaya terhindar dari gangguan bangsa jamur. Nitrat perak 1 sampai 2% banyak digunakan untuk menetesi selaput lendir, misalnya pada mata bayi yang baru lahir untuk mencegah gonorhoea. Banyak juga orang mempergunakan persenyawaan perak dengan protein. Garam tembaga jarang dipakai sebagai bakterisida, akan tetapi banyak digunakan untuk menyemprot tanaman dan untuk mematikan tumbuhan ganggang di kolam-kolam renang. Pada umumnya kerusakan bakteri dibagi atas 3 golongan yaitu :
1.      Oksidasi            
            Zat-zat seperti H2O2, Na2BO4, KmnO4, mudah melepaskan oksigen untuk menimbulkan oksidasi. Klor di dalam air menyebabkan bebasnya oksigen, sehingga zat ini merupakan desinfektan. Hubungan klor langsung dengan protoplasma pun dapat menimbulkan oksidasi.
2.      Koagulasi atau penggumpalan protein  
            Banyak zat sperti air rasa, perak, tembaga dan zat-zat organik seperti fenol, formaldehida, etanol menyebakan penggumpalan protein yang merupakan  konstituen dari protoplasma. Protein yang telah menggumpal itu  merupakan protein yang telah mengalami denaturasi, dan di dalam keadaan yang demikian itu, protein tidak berfungsi lagi.
3.      Depresi dan ketegangan permukaan     
            Sabun itu mengurangi ketegangan permukaan, dan oleh karena itu dapat menyebabkan hancurnya bakteri. Diplococcus pneumoniae sangat peka terhadap sabun. Empedu juga mempunyai khasiat seperti sabun, hanya bakteri yang hidup di dalam usus yang mempunyai daya tahan terhadap empedu, boleh dikatakan pada umumnya bahwa bakteri gram negatif lebih tahan terhadap pengurangan (depresi) ketegangan permukaan daripada bakteri yang gram positif.




















BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
            Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hasil sebagai berikut :
·         Pertumbuhan mikroba sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu (temperatur), kadar air, pengaruh bahan kimia.
·         Pada suhu kamar pertumbuhan mikroba lebih cepat dibandingkan pada suhu dingin
·         Pertumbuhan mikroba lebih cepat pada kadar air tinggi dibandingkan pada kadar air rendah
·         Mikroba yang diberi garam (NaCl) lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan mikroba yang diberi antibiotik yang menghambat pertumbuhan mikroba

5.2 Saran
  • Sebaiknya sebelum melakukan praktikum, para praktikan harus lebih paham mengenai teori materi ajarnya
  • Untuk jumlah siswa tertentu, sebaiknya di gunakan tempat yang lebih memadahi lagi
  • Sebaiknya penggunaan alat-alat yang ada di laboratorium itu lebih seksama agar bisa fasih dalam penggunaannya.








DAFTAR PUSTAKA

·         Brooks, dkk., 1994, Mikrobiologi Kedokteran Edisi 2, Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.

·         Dwidjoseputro, 1994, Dasar-Dasar Mikrobiologi, Djambaran, Jakarta.

·         Fardiaz, S., 1992, Analisa mikrobiologi Pangan, Gramedia, Jakarta.

·         Hadioetomo, R.S., 1993, Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium Mikrobiologi, Gramedia, Jakarta.

·         Pelczar, M.J. dan Chan, E.C.S. 1986, Dasar-Dasar Mikrobiologi, UI-Press, Jakarta.


·         Volk &Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar jilid 1. Erlangga. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar