Dominan Tak Penuh

LAPORAN PRATIKUM GENETIKA

ACARA 7

DOMINAN TAK PENUH

Unib-BW











PUTRI MIAN HAIRANI
E1J012014

Shift                   : A 2. Kamis (12.00-14.00 WIB)
Kelompok          :  4








Laboratorium Agronomi
Fakultas Pertanian
Universitas Bengkulu

2013

I.                  PENDAHULUAN

1.1              Dasar Teori
Mendel menyimpulkan hukum segregasi dari percobaan-percobaan yang hanya mengikuti satu karakter tunggal, misalnya warna bunga. Semua progeni F1 yang dihasilkan dalam persilangan-persilangan yang ia lakukan dari induk galur murni merupakan monohybrid (monohybrid), artinya bersifat heterozifot hanya satu untuk karakter. Kita menyebut persilangan diantara heterozigot-heterozigot semacam itu sebagai persilangan monohybrid (monohybrid croos) (Campbell dkk, 2008).
 Mendel mengidentifikasi hukum kedua pewarisan sifat dengan cara mengikuti dua karakter secara  bersamaan, misalnya warna biji dan bentuk biji. Biji (ercis) bisa berwarna kuning atau hijau. Biji juga bisa bulat (mulus) aau keriput. Dari persilangan karakter tunggal, Mendel mengetahui bahwa alel bji kuning dominan (Y) sedankan alel biji hijau resesif (y). Untuk karakter bentuk biji, alel bulat bersifat dminan (R), sedangkan alel biji keriput resif (r) (Campbell dkk, 2008).
 Perbedaan fenotip dari keturunan yang diperoleh atau diperkirakan akan diperoleh pada percobaan persilangan adalah hasil dari persatuan gamet tetua jantan dan betina yang berlangsung secara acak pada waktu terjadi pembuahan oleh sperma pada sel telur. Menurut Mendel, persilangan atau pembentukan hibrid, mengikuti kaidah (3+!)n untuk sifat kedominanan penuh, dan {(1+2)+1}n untuk sifat kedominanan tak penuh. Pada rumus untuk sifat kedominanan penuh, angka 3 menunjukkan angka nisbah fenotipeyang sama pada homozigot dominan dan heterozigot (=hibrid) sedangkan angka 1 menunjukkan angka nisbah fenotipe homozigot resesif. Pada rumus untuk sifat kedominanan sebagian, angka nisbah 3 tersebut memecah (=bersegregasi) menjadi (1+2) yaitu 1 menunjukkan angka nisbah fenotipe homozigot dominan dan 2 menunjukkan angka nisbah fenotipe heterozigot. Untuk kedua rumus tersebut bilangan eksponensial n menunjukkan banyaknya sifat beda yang dikendalikan secara genetic (Anonim, 2011).
.           Ekspresi fenotipe heterozigot tersebut menghilangkan keragu-raguan dalam menentukan kombinasi gen (=genotipe) yang terdapat pada suatu individu. Ekspresi dominan menunjukkan individu genotipe homozigot dominan, ekspresi heterozigot menunjukkan individu genotipe heterozigot, dan ekspresi resesif menunjukkan individu genotipe homozigot resesif. Dikatakan bahwa pada gen berkedominanan tidak penuh, nisbah fenotipe = nisbah genotype (Anonim, 2011).
Pada manusia diketahui bahwa rambut keriting adalah dominan terhadap rambut yang lurus. Sebagai contoh seorang pria berambut keriting heterozigot menikah dengan wanita yang juga keriting heterozigot. Apabila mereka mempunyai anak, berapakah kemungkinan anaknya berambut lurus? Dengan hukum Mendel dapat dihitung bahwa kemingkinannya 1:4. Apabila mereka mempunyai tiga anak dan semuanya berambut lurus, apakah ini berarti anak itu adalah hasil dari luar pernikahan? Tentu saja tidak, karena hukum Mendel hanya memberikan proporsi gen saja tetapi tidak menentukan alel apa yang terdapat dalam sel telur atau sel sperma yang kemudian menjadi keturunan tersebut di atas (Anonim, 2012).
Alel dapat menunjukkan derajat dominansi dan keresesifan yang beda-beda satu sama lain. Dalam persilangan ercis Mendel, keturunan F1 selalu terlihat seperti salah satu kedua varietas induk sebab salah satu alel dalam pasangan tersebut menunjukkan dominansi sempurna (complete dominance) terhadap alel yang satu lagi. Dalam situasi semacam itu fenotipe heterozigot dan homozigot dominan tidak dapat dibedakan (Campbell dkk, 2008).
Akan tetapi untuk beberapa gen, tidak satupun alel yang sepenuhnya dominan dan hybrid F1 memiliki fenotipe yang berada diantara kedua varietasa induk. Fenomena ini, disebut dominansi tak sempurna (incomplete dominance), terlihat ika snapdragon putih. Semua hybrid F1, memiliki bunga merah muda. Fenotipe ketiga itu disebabkan karena bunga heterozigot memiliki pigmen merah yang lebih sedikit daripada homozigot merah (tidak seperti kondisi pada tanaman ercis mendel, ketika Heterozigot Pp menghasilkan cukup banyak pigmen agar bunga ungu dan tidak dapat dibedakan dari tanaman PP) (Campbell dkk, 2008).
Sekilas, dominansi tak sempurna dari kedua alel tampaknya merupakan bukti untuk hipotesis pencampuran tentang pewarisan-sifat, yang memprediksi bahwa sifat merah muda atau ptih tidak dapat muncul kembali dari hybrid merah muda. Faktanya, mengawinsangkarkan (interbreeding) hybrid F1 menghasilkan keturunan F2 dengan rasio fenotipe satu merah dua merah muda terhadap satu putih. (Karena heterozigot memiliki fenotipe yang berbeda, rasio genotype dan fenotipe untuk generasi F2 adalah sama, yaitu 1:2:1). Segregasi alel bunga merah dan bunga putih pada gamet yang dihasilkan oleh tanaman berbunga merah muda mengonfirmasi bahwa alel-alel warna bunga merupakan faktor terwariskan yang mempertahankan identitas masing-masing dalam hybrid : artinya, pewarisan sifat partikulat (Campbell dkk, 2008).
Variasi lain pada hubungan dominansi diantara alel-alel disebut kodominansi (codominance). Dalam variasi ini, kedua alel sama-sama memengaruhi fenotipe dengan cara terpisah dan dapat dibedakan. Misalnya, golongan darah Mn manusia ditentukan oleh alel-alel kodominan untuk dua molekul spesifik yang terletak pada permukaan sel darah merah, Molekul M dan N. Satu lokus tunggal yang bisa mengandung dua variasi alel, menentukan fenotipe gololngan darah ini. Pada orang yang homozigot untuk alel M (MM) memiliki sel darah merah yang hanya mengandung molekul M. Orang yang homozigot untuk alel N (NN) memiliki sel darah merah yang hanya mengandung molekul N. Akan tetapi molekul M maupun N terdapat pada sel-sel darah orang yang heterozigot untuk alel M dan N (MN). Perhatikan bahwa fenotipe MN bukan pertengahan antara fenotipe M dan N, yang membedakan kodominansi dari dominansi tak sempurna. Fenotipe M maupun N sama-sama dtunjukkan oleh heterozigot, karena kedua molekul itu ada (Campbell dkk, 2008).

1.2      Tujuan Pratikum
·         Mengetahui ekspresi gen partial dominance atau dominan tak penuh
·         Melihat langsung (melalui foto-foto) hasil silangan yang partial dominance

II.       BAHAN DAN METODE PRATIKUM

2.1  Bahan dan alat yang digunakan dalam pratikum:
·         LCD atau Over Head Projector (OHP) dan transparansi

2.2      Cara kerja:
·         Mengamati dan mendiskusikan foto-foto hasil persilangan yang ditunjukkan melalui transparansi





III.   HASIL PENGAMATAN
Partialdominan
 























IV.   PEMBAHASAN

Dari hasil pengamatan antara bunga merah dengan bunga berwarna putih, didapat bahwa hasil persilangan F1 bunga akan berwarna merah muda  (pink) semua. Disini terlihat bahwa baik merah atau putih (tidak dominan). Oleh karena warna merah diekspresikan sebagai warna merah muda (pink) pada F1, maka dominan muncul sebagai partial atau tak penuh. Fenotip ini dikontrol oleh pasangan alel yang keduanya tidak dominan, maka F2 mempunyai ratio sama dengan ratio genotipenya (1 merah : 2 pink : 1 putih).

V.       KESIMPULAN

·         Rasio fenotip dari gen parsial dominan ini akan sama dengan rasio genotipnya.
·         Pada F2 sifat dari tetua atau sifat dari kedua induknya akan muncul.
·         Dominan tak penuh atau partial dominan adalah eksperesi gen pada turunan berdasarkan pengamatan fenotip yang intermediet dari hasil persilangan tetua dengan karakter yang berbeda dan kontras.
·         Ekspresi dari gen partial dominan adalah gabungan antara sifat kedua induknya yang saling mempengaruhi (tidak ada dominan dan tidak ada resesif).
·         Hasil persilangan F1 bunga anyelir dan bunga pukul empat berwarna merah dan putih hasilnya akan berwarna merah muda  (pink) semua.








VI.   DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012http://mei-science.blogspot.com/2012/11/imitasi-perbandingan-genetis.ht ml.Diakses pada tanggal 5 Mei  2013 .

Anonim, 2011. http://fathil.blogspot.com.Laporan Percobaan Imitasi Perbandingan genetis.Diakses pada tanggal 5 Mei  2013 .

Campbell, dkk, 2008. Biologi Edisi Kelima. Jilid II. Erlangga : Jakarta

  Suryati, Dotti. 2007. Penuntun Pratikum Genetika Dasar. Bengkulu: Lab. Agronomi Universitas Bengkulu.


Chi-Square

LAPORAN PRATIKUM GENETIKA

ACARA 5

CHI-SQUARE TEST (UJI X2 )

Unib-BW











PUTRI MIAN HAIRANI
E1J012014

Shift                   : A 2. Kamis (12.00-14.00 WIB)
Kelompok          :  4








Laboratorium Agronomi
Fakultas Pertanian
Universitas Bengkulu

2013

I.                   PENDAHULUAN

1.1              Dasar Teori
            Tujuan dari uji X2 adalah untuk mengetahui apakah data yang didapat dari hasil pengamatan sesuai dengan nilai harapan atau nilai ekspektasinya yang juga dapat diartikan juga bahwa hasil observasinya sesuai dengan model atau teorinya. Ukuran seberapa besar deviasinya dapat dituliskan dalam bentuk rumus sebagai berikut :
OI = jumlah fenotip yang diamati pada fenotip ke – I
Ei  = jumlah individu yang diharapkan atau secara teoritis
= total dari semua kemungkinan nilai (Oi – Ei)2/Ei  untuk keseluruhan fenotip.
            Sebelumnya menggunakan uji X2 pada data pengamatan acara 1, 2, 3 menggunakan contoh persilangan tanamaan tomat yang tinggi dengan yang pendek, maka F1 semunya tinggi dan F2 terdiri dari 102 tanaman tinggi dan 44 tanaman pendek. Apakah data F2 ini memenuhi nisbih 3:1?. Untuk menjawab pertanyaan ini kita dapat menggunakan uji X2  yang perhitungannya seperti pada tabel. Nilai X2  adalah 2,0548, namun demikian apakah arti dari nilai X2  ini? Tentunya apabila jumlah pengamatan untuk tiap fenotip memiliki nisbih yang sama dengan harapannya atau nilai – nilai teorinya maka nilai X2  adalah 0. Jadi nilai X2  yang kecil menunjukkan data pengamatan dan teoritinya maka nilai X2  yang kecil menunjukkan data pengamatan dan teoritisnya sangat dekat dan sebaliknya apabila nilai X2  besar menunjukkan deviasi yang besar antara data pengamatan data yang diharapkan.
Tabel 4.1 Perhitungan X2
Fenotipe
Genotipe
Oi
Ei
(Oi-Ei)
(Oi–)2
(Oi – Ei)2/Ei
Tinggi
T-
102
109.5
-7.5
56,25
0,85137
Pendek
Tt
44
36.5
7.5
56,25
1,5411
Total

146
146


2,0548

            Nilai 109,5 = 3/(3+1)*146 yang merupakan nilai harapan untuk fenotipe rendah adalah = 1/(3+1)*146 = 36,5 angkat N = 146 adalah dinyatakan  sebagai Ei = N              
           
Nilai X2  = 3,841 terletak dibawah probabilitas 5 %. Seseorang akan mendapatkan nilai X2  = 3,841 karena kebetulannya, hanya kira-kira 5 % dari percobaan yang sama apabila hipotesisnya benar. Apabila  X2  lebih besar dari 3,481 maka probabilitas deviasi terjadi karena kebetulan akan lebih kecil dari 5 %. Apabila hal ini yang diperoleh, maka hipotesis yang menyatakan bahwa data pengamatan dan data teoritis sama atau sesuai ditolak. Dalam contoh diatas X2  = 2,0548 ternyata lebih kecil dari 3,481. Kita dapat jelaskan bahwa deviasi yang terjadi karena kebetulan belaka, dengan demikian hipotesis diterima atau data sesuai dengan nisbah 3 : 1.   
           
Nilai 3,481 berasal dari X2  (tabel chi-square), perhatikan nilai yang terletak dibagian atas dari tabel chi-square menunjukkan besarnya taraf uji dan disebelah kiri ke bawah menunjukkan degree of freedom atau derajad bebas (mulai dari 1, 2 …. Hingga 30). Derajat bebas dalam hal ini memiliki sama dengan banyaknya kelas fenotipe dikurangi satu. Pada contoh diatas jumlah kelas hanya dua (tinggi dan rendah), jadi db (derajad bebas) = 1. Dengan melihat titik potong pada baris db=1dan taraf 5% ditemukan nilai 3,481 yang merupakan nilai maksimum dari X2  yang dapat diterima bahwa deviasi terjadi karena kebetulan.(Wildan Yatim, 1996)                        
            Terbentuknya individu hasil perkawinan yang dapat dilihat dalam wujud fenotip, pada dasarnya hanya merupakan kemungkinan-kemungkinan pertemuan gamet jantan dan gamet betina. Keturunan hasil suatu perkawinan atau persilangan tidak dapat dipastikan begitu saja, melainkan hanya diduga berdasarkan peluang yang ada. Sehubungan dengan itu, peranan teori kemungkinan sangat penting dalam mempelajari genetika (Rahardi, Dimas.2009).  
           
Teori kemungkinan merupakan dasar untuk menentukan nisbah yang diharapkan dari tipe-tipe persilangan genotipe yang berbeda. Penggunaan teori ini memungkinkan kita untuk menduga kemungkinan diperolehnya suatu hasil tertentu dari persilangan tersebut.         
            Metode chi-kuadrat adalah cara yang dapat kita pakai untuk membandingkan data percobaan yang diperoleh dari persilangan-persilangan dengan hasil yang diharapkan berdasarkan hipotesis secara teoritis. Dengan cara ini seorang ahli genetika dapat menentukan suatu nilai kemungkinan untuk menguji hipotesis itu (Ali.2011).
            Untuk mengevaluasi suatu hipotesis genetik diperlukan suatu uji yang dapat mengubah deviasi – deviasi dari nilai – nilai yang diharapkan menjadi probabilitas dari ketidaksamaan demikian yang terjadi oleh peluang. Uji ini harus pula memperhatikan besarnya sampel dan jumlah peubah (derajat bebas) (Anonim. 2012).
            Uji ini dikenal sebagai uji X2  (Chi Square Test). Dalam ilmu genetika, kemungkinan ikut mengambil peranan penting. Uji Chi Square Test (X2 ) bertujuan untuk mengetahui apakah data yang didapat dari hasil pengamatan sesuai dengan nilai atau nilai ekspektasinya yang juga dapat diartikan bahwa hasil observasinya sesuai dengan model atau teori. Ukuran seberapa besar deviasi tersebut disebut dalam formula atau rumus berikut :
          k    (Oi-Ei)2
  X2  = å -------------
         I=1    Ei
Oi = Jumlah individu yang dialami pada fenotipe ke-I
Ei = jumlah individu yang diharapkan atau secara teoritis pada fenotipe ke-I
å = Total dari semua kemungkinan nilai (Oi-Ei) 2/Ei untuk keseluruhan fenotipe
            Biasanya nilai kemungkinan 5% dianggap sebagai garis batas antara menerima dan menolah hipotesis. Apabila nilai kemungkinan lebih besar dari 5%, penyimpangan dari nisbah harapan tidak nyata. Jika data X2  hitung lebih kecil dari X2  tabel (X2  hitung < X2  Tabel) maka data diterima dan data pengamatan sesuai dengan model atau teori. Sedangkan kalau X2  hitung  lebih besar dari X2  tabel (X2  hitung  > X2  Tabel) maka data di tolak dan data pengamatan tidak sesuai dengan model atau teori (Suryati, Dotti. 2007).
1.2      Tujuan Pratikum
·         Menghitung X2  untuk menentukan apakah data yang diperoleh cocok atau sesuai dengan teori atau diharapkan.
·         Menginterpretasikan nilai X2  yang dihitung dengan tabel X2 .






II.       BAHAN DAN METODE PRATIKUM

2.1  Bahan dan alat yang digunakan dalam pratikum:
·         Kacang buncis merah dan putih
·         Kantong atau kotak
·         Petridish

2.2      Cara kerja:
·         Mencampurkan 200 biji kacang merah dan 200 biji kacang putih, aduk dan ditempatkan dalam satu kotak.
·         Mengambil sampel dari campuran diatas (1) sebanyak satu petridish penuh.
·         Memisahkan dan menghitung yang merah dan yang putih.
·         Mencatat data pada lembar kerja dan menghitung jumlah yang diharapkan berdasarkan jumlah sampel dan populasi kacang merah dan putih.
·         Melengkapi tabel lembar kerja dan menghitung X2 .











III.   HASIL PENGAMATAN

Tabel 1. Perhitungan X2  untum sampel yang diambil dari populasi 200 kacang merah        dan 200 kacang putih.
Fenotipe
Pengamatan
(Observasi = O)
Harapan
(Expected)
Deviasi
(O-E)
(O-E)2
(Oi – Ei)2/Ei
Merah
144
142,5
1,5
2,25
0,0157
Putih
141
142,5
-1,5
2,25
0,0157
Total
285
285


0,0314

Kesimpulan:
X2  hit < X2  tabel; 0,0314 < 3,841 maka H0 diterima. Bahwa deviasi terjadi karena kebetulan nilai pengamatan sesuai dengan nilai teori 1:1.

Tabel 2. Perhitungan χ 2 untuk acara 2 (Mendel I), 20x
Fenotipe
Pengamatan
(Observasi = O)
Harapan
(Expected)
Deviasi
(O-E)
(O-E)2
(Oi – Ei)2/Ei
Merah
14
¾  x 20 = 15
-1
1
0,06
Putih
6
¼  x 20 = 5
1
1
0,2
Total
20
20


0,26

Kesimpulan:
X2  hit < X2  tabel; 0,26 < 3,841 maka H0 diterima. Bahwa deviasi terjadi karena kebetulan nilai pengamatan sesuai dengan nilai teori 3:1.



Tabel 3. Perhitungan χ 2 untuk acara 2 (Mendel I), 40x
Fenotif
Pengamatan
(Observasi = O)
Harapan
(Expected)
Deviasi
(O-E)
(O-E)2
(Oi – Ei)2/Ei
Merah
30
¾  x 40 = 30
0
0
0
Putih
10
¼  x 40 = 10
0
0
0
Total
40
40


0

Kesimpulan:
X2  hit < X2  tabel; 0 < 3,841 maka H0 diterima. Bahwa deviasi terjadi karena kebetulan nilai pengamatan sesuai dengan nilai teori 3:1.

Tabel 4. Perhitungan χ 2 untuk acara 2 (Mendel I), 60x
Fenotif
Pengamatan
(Observasi = O)
Harapan
(Expected)
Deviasi
(O-E)
(O-E)2
(Oi – Ei)2/Ei
Merah
47
¾  x 60 = 45
2
4
0,08
Putih
13
¼  x 60 = 15
-2
4
0,26
Total
60
60


0,34

Kesimpulan:
X2  hit < X2  tabel; 0,34 < 3,841 maka H0 diterima. Bahwa deviasi terjadi karena kebetulan nilai pengamatan sesuai dengan nilai teori 3:1.






Tabel 5. Perhitungan χ 2 untuk acara 3 (Mendel II)
Fenotipe
Pengamatan
Harapan
Deviasi
(O-E)2
(O-E)2/E
32x
64x
32x
64x
32x
64x
32x
64x
32x
64x
Bulat-Kuning
18
37
18
36
0
1
0
1
0
0,027
Bulat-Hijau
7
12
6
12
1
0
1
0
0,16
0
Keriput-Kuning
5
11
6
12
-1
-1
1
1
0,16
0,083
Keriput-Hijau
2
4
2
4
0
0
0
0
0
0
Total
32
64
32
64




0,32
0,11

Kesimpulan:
X2  hit < X2  tabel; 0,32 & 0,11 < 7,816 maka H0 diterima. Bahwa deviasi terjadi karena kebetulan nilai pengamatan sesuai dengan nilai teori 9:3:3:1.

Tabel 6. Perhitungan χ 2 untuk acara 4 (Probabilitas), 30 x
Fenotipe
Pengamatan
(Observasi = O)
Harapan
(Expected)
Deviasi
(O-E)
(O-E)2
(Oi – Ei)2/Ei
Gambar
17
15
2
4
0,26
Angka
13
15
-2
4
0,26
Total
30
30
0
0
0,52

Kesimpulan:
X2  hit < X2  tabel; 0,52< 3,841 maka H0 diterima. Bahwa deviasi terjadi karena kebetulan nilai pengamatan sesuai dengan nilai teori 1:1.

Tabel 7. Perhitungan χ 2 untuk acara 4 (Probabilitas), 40 x
3 Koin
Pengamatan
(Observasi = O)
Harapan
(Expected)
Deviasi
(O-E)
(O-E)2
(Oi – Ei)2/Ei
3G – 0A
3
5
-2
4
0,8
2G – 1A
19
15
4
16
1,06
1G – 2A
13
15
-2
4
0,26
0G – 3A
5
5
0
0
0
Total
40
40


2,12

Kesimpulan:
X2  hit < X2  tabel; 2,12 < 7,816 maka H0 diterima. Bahwa deviasi terjadi karena kebetulan nilai pengamatan sesuai dengan nilai teori 1:3:3:1.

Tabel 8. Perhitungan χ 2 untuk acara 4 (Probabilitas), 48x
4 Koin
Pengamatan
(Observasi = O)
Harapan
(Expected)
Deviasi
(O-E)
(O-E)2
(Oi – Ei)2/Ei
4G – 0A
1
3
-2
4
1,3
3G – 1A
17
12
5
25
2,08
2G – 2A
21
18
3
9
0,5
1G – 3A
7
12
-5
25
2,08
0G – 4A
2
3
-1
1
0,33
Total
48
48
0
0
6,29

Kesimpulan:
X2  hit < X2  tabel; 6,29 < 9,488 maka H0 diterima. Bahwa deviasi terjadi karena kebetulan nilai pengamatan sesuai dengan nilai teori 1:4:6:4:1.


IV.                       PEMBAHASAN
            Percobaan yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh dari hasil percobaan sesuai dengan nilai harapan atau exspektasinya, hasil observasinya sesuai dengan model atau teorinya. Secara umum uji yang dilakukan/ dipakai 5 % atau 0.05 dan db-nya = jumlah kelas dikurang 1, nilai db berpengaruh  pada χ 2 tabelnya.         
           
Dari percobaan yang dilakukan data X2   pada tabel satu untuk populasi 200 kacang merah dan 200 kacang putih memenuhi teori, yaitu X2  hit < X2  tabel; 0,0314 < 3,841 maka H0 diterima, maka deviasi terjadi karena belaka dengan demikian nilai pengamatan sesuai dengan nilai teori 1:1.     
           
Pada pengamatan Hukum Mendel I, pada tabel 2. untuk perhitungan acara Mendel I pada pengamatan 20x, mempunyai db=1. Nilai pengamatannya sesuai dengan teori 3:1, karena X2  hit < X2  tabel; 0,26 < 3,841 maka H0 diterima, dan deviasi terjadi karena kebetulan. Belaka. Begitu pula pada tabel 3. perhitungan χ 2 untuk acara 2 (Mendel I) pada pengamatan 40x, mempunyai db=1. Didapat hasil yaitu X2  hit < X2  tabel; 0 < 3,841 maka H0 diterima, dan deviasi terjadi karena kebetulan belaka sehingga nilai nilai pengamatan sesuai dengan nilai teori 3:1. Selanjutnya, tabel 4. perhitungan χ 2 untuk acara 2 (Mendel I) pada pengamatan 60x, mempunyai db=1. Didapat hasil yaitu X2  hit < X2  tabel; 0,34 < 3,841 maka H0 diterima, bahwa deviasi terjadi karena kebetulan belaka dengan demikian nilai pengamatan sesuai dengan nilai teori 3:1.      
           
Pada pengamatan Hukum Mendel II, mempunyai db=3 dengan nilai X2  tabel=7,816  . Didapat hasil yaitu nilai pengamatannya sesuai dengan nilai teori 9:3:3:1, karena X2  hit < X2  tabel; 0,32 & 0,11 < 7,816 maka H0 diterima,, deviasi terjadi karena faktor kebetulan belaka. Pada pengamatan acara 4 (Probabilitas), pada tabel 6 untuk ulangan 30x, mempunyai db=2. Didapat hasil pengamatan yaitu nilai pengamatan sesuai dengan nilai teori 1:1, karena X2  hit < X2  tabel; 0,52 < 3,841 maka H0 diterima, dan disimpulkan bahwa deviasi terjadi karena kebetulan belaka dengan demikian nilai pengamatan sesuai dengan nilai teori 1:1. Pada tabel 7. perhitungan χ 2 untuk acara 4 (Probabilitas) untuk ulangan 40x pada pelemparan 3 koin, yang mempunyai db=3. Didapat hasil pengamatannya yaitu nilai X2  hit < X2  tabel; 2,12 < 7,816 maka H0 diterima, dan  deviasi terjadi karena kebetulan belaka dengan demikian nilai teori 1:3:3:1. selanjutnya untuk pengamatan pada tabel 8. perhitungan χ 2 untuk acara 4 (Probabilitas) pada ulangan 48x pelemparan 4 koin, yang mempunyai db=4. Didapat hasil yaitu X2  hit < X2  tabel; 6,29 < 9,488 maka H0 diterima., sehingga deviasi terjadi karena kebetulan belaka dengan demikian nilai pengamatan sesuai dengan nilai teori 1:4:6:4:1.
V.       KESIMPULAN

·         Uji chi-square adalah uji nyata (Goodness of fit) apakah data yang kita peroleh benar atau menyimpang dari nisbah yang diharapakan.  Tujuan chi square test adalah untuk mengetahui apakah data hasil pengamatan sesuai dengan nilai harapan aau expectasinya yang juga diartikan hasil observasinya sesuai dengan model atau teori
·         Derajat bebas atau degree of freedom dapat ditentukan dengan cara banyaknya kelas fenotip dikurang 1, yang berpengaruh pada nilai χ 2 tabel. X2  hit < X2  tabel maka H0 diterima. Bahwa deviasi terjadi karena kebetulan belaka, dengan demikian nilai pengamatan sesuai dengan nilai teori. Nilai X2  hitung yang kita dapat harus dibandingkan dengan nilai X2  tabel yang telah ditetapkan secara internasional. Apakah X2  hitung yang diperoleh lebih  kecil dari X2  tabel maka data pengamatan kita dapat diterima, tapi jika X2  hitung lebih besar dari X2  tabel maka data pengamatan kita ditolak, Dalam perhitungan X2  hitung dari percobaan acara 1, 2, dan 3 semua data dapat diterima (hasil observasinya sama dengan teori). Jika jumlah pengamatan untuk tiap fenotif memiliki nilai yang sama dengan teorinya maka nilai X2  adalah sama dengan nol, tapi nilai X2  yang kecil menunjukkan data  pengamatan dan teoritisnya sangat dekat, bila nilai X2  besar menunjukkan deviasi yang besar antara data pengamatan dan teoritis










VI.   DAFTAR PUSTAKA

Ali.2011.Chi Squere Test. 
Anonim. 2012. Chi Squere Test.
Suryati, Dotti. 2007. Penuntun Pratikum Genetika Dasar. Bengkulu: Lab. Agronomi Universitas Bengkulu.
Yatim, Wildan. 1996. Genetika. Bandung: TARSITO.