LAPORAN
PRATIKUM GENETIKA
ACARA 7
DOMINAN TAK PENUH
PUTRI MIAN
HAIRANI
E1J012014
Shift : A 2.
Kamis (12.00-14.00 WIB)
Kelompok : 4
Laboratorium
Agronomi
Fakultas
Pertanian
Universitas
Bengkulu
2013
I.
PENDAHULUAN
1.1
Dasar Teori
Mendel menyimpulkan hukum segregasi dari
percobaan-percobaan yang hanya mengikuti satu karakter tunggal, misalnya warna
bunga. Semua progeni F1 yang dihasilkan dalam persilangan-persilangan yang ia
lakukan dari induk galur murni merupakan monohybrid (monohybrid), artinya
bersifat heterozifot hanya satu untuk karakter. Kita menyebut persilangan
diantara heterozigot-heterozigot semacam itu sebagai persilangan monohybrid
(monohybrid croos) (Campbell dkk, 2008).
Mendel mengidentifikasi hukum kedua pewarisan
sifat dengan cara mengikuti dua karakter secara bersamaan, misalnya
warna biji dan bentuk biji. Biji (ercis) bisa berwarna kuning atau hijau. Biji
juga bisa bulat (mulus) aau keriput. Dari persilangan karakter tunggal, Mendel
mengetahui bahwa alel bji kuning dominan (Y) sedankan alel biji hijau resesif
(y). Untuk karakter bentuk biji, alel bulat bersifat dminan (R), sedangkan alel
biji keriput resif (r) (Campbell dkk, 2008).
Perbedaan fenotip dari keturunan yang diperoleh
atau diperkirakan akan diperoleh pada percobaan persilangan adalah hasil dari
persatuan gamet tetua jantan dan betina yang berlangsung secara acak pada waktu
terjadi pembuahan oleh sperma pada sel telur. Menurut Mendel, persilangan atau
pembentukan hibrid, mengikuti kaidah (3+!)n untuk sifat kedominanan penuh, dan
{(1+2)+1}n untuk sifat kedominanan tak penuh. Pada rumus untuk sifat
kedominanan penuh, angka 3 menunjukkan angka nisbah fenotipeyang sama pada
homozigot dominan dan heterozigot (=hibrid) sedangkan angka 1 menunjukkan angka
nisbah fenotipe homozigot resesif. Pada rumus untuk sifat kedominanan sebagian,
angka nisbah 3 tersebut memecah (=bersegregasi) menjadi (1+2) yaitu 1
menunjukkan angka nisbah fenotipe homozigot dominan dan 2 menunjukkan angka
nisbah fenotipe heterozigot. Untuk kedua rumus tersebut bilangan eksponensial n
menunjukkan banyaknya sifat beda yang dikendalikan secara genetic (Anonim,
2011).
. Ekspresi
fenotipe heterozigot tersebut menghilangkan keragu-raguan dalam menentukan
kombinasi gen (=genotipe) yang terdapat pada suatu individu. Ekspresi dominan
menunjukkan individu genotipe homozigot dominan, ekspresi heterozigot
menunjukkan individu genotipe heterozigot, dan ekspresi resesif menunjukkan
individu genotipe homozigot resesif. Dikatakan bahwa pada gen berkedominanan
tidak penuh, nisbah fenotipe = nisbah genotype (Anonim, 2011).
Pada manusia diketahui bahwa rambut keriting adalah
dominan terhadap rambut yang lurus. Sebagai contoh seorang pria berambut
keriting heterozigot menikah dengan wanita yang juga keriting heterozigot.
Apabila mereka mempunyai anak, berapakah kemungkinan anaknya berambut lurus?
Dengan hukum Mendel dapat dihitung bahwa kemingkinannya 1:4. Apabila mereka
mempunyai tiga anak dan semuanya berambut lurus, apakah ini berarti anak itu
adalah hasil dari luar pernikahan? Tentu saja tidak, karena hukum Mendel hanya
memberikan proporsi gen saja tetapi tidak menentukan alel apa yang terdapat
dalam sel telur atau sel sperma yang kemudian menjadi keturunan tersebut di
atas (Anonim, 2012).
Alel dapat menunjukkan derajat dominansi dan
keresesifan yang beda-beda satu sama lain. Dalam persilangan ercis Mendel,
keturunan F1 selalu terlihat seperti salah satu kedua varietas induk sebab
salah satu alel dalam pasangan tersebut menunjukkan dominansi sempurna (complete
dominance) terhadap alel yang satu lagi. Dalam situasi semacam itu fenotipe
heterozigot dan homozigot dominan tidak dapat dibedakan (Campbell dkk, 2008).
Akan tetapi untuk beberapa gen, tidak satupun alel
yang sepenuhnya dominan dan hybrid F1 memiliki fenotipe yang berada diantara
kedua varietasa induk. Fenomena ini, disebut dominansi tak sempurna (incomplete
dominance), terlihat ika snapdragon putih. Semua hybrid F1, memiliki bunga
merah muda. Fenotipe ketiga itu disebabkan karena bunga heterozigot memiliki
pigmen merah yang lebih sedikit daripada homozigot merah (tidak seperti kondisi
pada tanaman ercis mendel, ketika Heterozigot Pp menghasilkan cukup banyak
pigmen agar bunga ungu dan tidak dapat dibedakan dari tanaman PP) (Campbell
dkk, 2008).
Sekilas, dominansi tak sempurna dari kedua alel
tampaknya merupakan bukti untuk hipotesis pencampuran tentang pewarisan-sifat,
yang memprediksi bahwa sifat merah muda atau ptih tidak dapat muncul kembali
dari hybrid merah muda. Faktanya, mengawinsangkarkan (interbreeding) hybrid F1
menghasilkan keturunan F2 dengan rasio fenotipe satu merah dua merah muda
terhadap satu putih. (Karena heterozigot memiliki fenotipe yang berbeda, rasio
genotype dan fenotipe untuk generasi F2 adalah sama, yaitu 1:2:1). Segregasi alel
bunga merah dan bunga putih pada gamet yang dihasilkan oleh tanaman berbunga
merah muda mengonfirmasi bahwa alel-alel warna bunga merupakan faktor
terwariskan yang mempertahankan identitas masing-masing dalam hybrid : artinya,
pewarisan sifat partikulat (Campbell dkk, 2008).
Variasi lain pada hubungan dominansi diantara
alel-alel disebut kodominansi (codominance). Dalam variasi ini, kedua alel
sama-sama memengaruhi fenotipe dengan cara terpisah dan dapat dibedakan.
Misalnya, golongan darah Mn manusia ditentukan oleh alel-alel kodominan untuk
dua molekul spesifik yang terletak pada permukaan sel darah merah, Molekul M
dan N. Satu lokus tunggal yang bisa mengandung dua variasi alel, menentukan
fenotipe gololngan darah ini. Pada orang yang homozigot untuk alel M (MM)
memiliki sel darah merah yang hanya mengandung molekul M. Orang yang homozigot
untuk alel N (NN) memiliki sel darah merah yang hanya mengandung molekul N.
Akan tetapi molekul M maupun N terdapat pada sel-sel darah orang yang
heterozigot untuk alel M dan N (MN). Perhatikan bahwa fenotipe MN bukan
pertengahan antara fenotipe M dan N, yang membedakan kodominansi dari dominansi
tak sempurna. Fenotipe M maupun N sama-sama dtunjukkan oleh heterozigot, karena
kedua molekul itu ada (Campbell dkk, 2008).
1.2
Tujuan Pratikum
·
Mengetahui
ekspresi gen partial dominance atau dominan tak penuh
·
Melihat
langsung (melalui foto-foto) hasil silangan yang partial dominance
II.
BAHAN DAN METODE PRATIKUM
2.1 Bahan dan alat yang digunakan dalam
pratikum:
·
LCD atau Over
Head Projector (OHP) dan transparansi
2.2 Cara kerja:
·
Mengamati dan
mendiskusikan foto-foto hasil persilangan yang ditunjukkan melalui transparansi
III. HASIL
PENGAMATAN
IV. PEMBAHASAN
Dari hasil
pengamatan antara bunga merah dengan bunga berwarna putih, didapat bahwa hasil
persilangan F1 bunga akan berwarna merah muda (pink) semua. Disini terlihat bahwa baik
merah atau putih (tidak dominan). Oleh karena warna merah diekspresikan sebagai
warna merah muda (pink) pada F1, maka dominan muncul sebagai partial atau tak
penuh. Fenotip ini dikontrol oleh pasangan alel yang keduanya tidak dominan,
maka F2 mempunyai ratio sama dengan ratio genotipenya (1 merah : 2 pink : 1
putih).
V. KESIMPULAN
·
Rasio fenotip dari gen parsial
dominan ini akan sama dengan rasio genotipnya.
·
Pada F2 sifat dari tetua
atau sifat dari kedua induknya akan muncul.
·
Dominan tak penuh atau partial
dominan adalah eksperesi gen pada turunan berdasarkan pengamatan fenotip yang
intermediet dari hasil persilangan tetua dengan karakter yang berbeda dan
kontras.
·
Ekspresi dari gen partial dominan
adalah gabungan antara sifat kedua induknya yang saling mempengaruhi (tidak ada
dominan dan tidak ada resesif).
·
Hasil persilangan F1
bunga anyelir dan bunga pukul empat berwarna merah dan putih hasilnya akan
berwarna merah muda (pink) semua.
VI.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012. http://mei-science.blogspot.com/2012/11/imitasi-perbandingan-genetis.ht
ml.Diakses
pada tanggal 5 Mei 2013 .
Anonim, 2011. http://fathil.blogspot.com.Laporan
Percobaan Imitasi Perbandingan genetis.Diakses pada tanggal 5 Mei 2013 .
Campbell, dkk, 2008. Biologi Edisi Kelima. Jilid II.
Erlangga : Jakarta
Suryati, Dotti.
2007. Penuntun Pratikum Genetika
Dasar . Bengkulu: Lab. Agronomi Universitas Bengkulu .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar