BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah/Praktikum
Kelapa
sawit yang sudah di tanam memerlukan perawatan sehingga akan menghasilkan
produksi yang maksimal. Perawatan kelapa sawit memerlukan perhatian yang serius
karena biasanya sawit jika tidak terawat maka produksi yang di hasilkan juga
sedikit sehingga keuntungan akan berkurang ( tidak maksimal). Tetapi biasanya
meskipun biaya yang di keluarkan besar tetapi hasil yang di dapat juga akan
lebih besar.
1.2
Tujuan
Praktikum
·
Mengetahui tentang
pemeliharaan tanaman Kelapa Sawit yang berada pada PT. Bio Nusantara Teknologi,
Bengkulu Utara
1.3
Manfaat yang Diharapkan
·
Mengetahui
bagaimana mekanisme pemeliharaan Kelapa Sawit di lapangan
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Botani
Tanaman
Menurut Mangoensoekarjo dan Semangun (2003), taksonomi
kelapa sawit yang umum diterima sekarang adalah sebagai berikut:
Kingdom :
Plantae
Divisio :
Spermatophyta
Subdivisio :
Angiospermae
Kelas :
Monocotyledoneae
Ordo :
Palmales
Famili :
Palmaceae
Genus :
Elaeis
Spesies : Elaeis
guineensis Jacq.
Tanaman kelapa sawit berakar serabut. Perakarannya sangat kuat karena tumbuh kebawah dan
kesamping membentuk akar primer, sekunder, tertier dan kuartener. Akar primer
tunbuh kebawah didalam tanah sampai batas permukaan air tanah. Sedangkan akar
sekunder, tertier dan kuartener tumbuh sejajar dengan permukaan air tanah
bahkan akar tertier dan kuartener menuju ke lapisan atas atau ke tempat yang
banyak mengandung zat hara. Disamping itu tumbuh pula akar nafas yang timbul di
atas permukaan air tanah atau didalam tanah. Penyebaran akar terkonsentrasi
pada tanah lapisan atas (Fauzi, dkk, 2003).
Besarnya batang berdiameter 20-75 cm, dan di
perkebunan umumnya 45-60 cm, bahkan pangkal batang bisa
lebih besar lagi pada tanaman tua. Biasanya batang adalah tunggal (tidak
bercabang) kecuali yang abnormal. Tinggi batang bisa mencapai 20 m lebih,
umumnya diperkebunan 15-18
m (Sianturi, 1991).
Daun kelapa sawit bersirip genap, bertulang sejajar,
panjangnya dapat mencapai 3-5 meter. Pada pangkal pelepah daun terdapat
duri-duri kasar dan bulu-bulu halus sampai kasar. Panjang pelepah daun dapat
lebih dari 9 meter. Helai anak daun yang terletak di tengah pelepah daun adalah
yang paling panjang dan panjangnya dapat melebihi 1,20 meter. Jumlah anak daun
dalam satu pelepah daun adalah 100-160 pasang (Setyamidjaja, 1991).
Susunan bunga terdiri dari karangan bunga yang terdiri
dari bunga jantan(tepung sari) dan bunga betina (putik).
Namun, ada juga tanaman kelapa sawit yang hanya
memproduksi bunga jantan. Umumnya bunga jantan dan bunga betina
terdapat dalam tandan yang sama. Bunga jantan selalu masak terlebih dahulu
daripada bunga betina. Karena itu, penyerbukan sendiri antara bunga
jantan dan bunga betina dalam satu tandan sangat jarang terjadi. Masa reseptif
(masa putik dapat menerima tepung sari) adalah 3x24 jam. Setelah
itu, putik akan berwarna hitam dan mengering (Sastrosayono, 2008).
Biji kelapa sawit mempunyai bagian: a). Endokarpium
(kulit biji= tempurung), berwarna hitam dan keras, b). Endosperm (kernel=daging
biji) berwarna putih dan dari bagian ini akan menghasilkan minyak inti sawit
setelah melalui ekstraksi, c). Lembaga atau embrio (Tim Penulis PS, 1997).
Syarat
Tumbuh
Iklim
Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah
tropika basah di sekitar Lintang Utara-Lintang Selatan 12 derajat pada
ketinggian 0-600 m dari atas permukaan laut. Jumlah curah hujan yang baik
adalah 2000-2500 mm per tahun, tidak memiliki defisit air hujan agak merata
sepanjang tahun. Temperatur yang optimal 24-28 °C, terendah 18 °C dan tertinggi
32°C. Kelembaban 80% dan penyinaran matahari 5-7 jam per hari.
Kecepatan angin 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan. Angin
yang terlalu kencang akan menyebabkan tanaman baru goyang atau miring (Lubis,
1992).
Curah hujan optimum yang diperlukan tanaman kelapa
sawit rata-rata 2000-2500 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun
tanpa bulan kering yang berkepanjangan. Kelembaban optimum bagi pertumbuhan
kelapa sawit antara 80-90%. Faktor-faktor yang memepengaruhi kelembaban ini
adalah suhu, sinar matahari, lama penyinaran, curah hujan, dan
evapotranspirasi (Tim Penulis PS,
1997).
Lama penyinaran rata-rata 5 jam dan naik menjadi 7 jam
per hari untuk beberapa bulan tertentu akan berpengaruh baik terhadap kelapa
sawit. Lama penyinaran ini terutama berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
tingkat asimilasi, pembentukan bunga (sex-ratio) dan produksi buah
(Setyamidjaja, 1991).
Tanah
Kelapa sawit tumbuh
pada beberapa jenis tanah seperti Podsolik, Latosol, Hidromorfik kelabu,
Regosol, Andosol dan Alluvial. Sifat fisik taanah antara lain:
- Solum yang
dalam, lebih dari 80 cm. Solum yang tebal akan merupakan media yang baik bagi
perkembangan akar sehingga efisiensi penyerapan hara tanaman akan lebih baik,
- Tekstur
lempung atau lempung berpasir dengan komposisi 20-60% pasir, 10-40% lempung dan
20-50% liat,
- Struktur,
perkembangannya kuat; konsistensi gembur sampai agak teguh dan permeabilitas
sedang,
- Gambut,
kedalamannya 0-0,6 m,
- Laterite,
tidak dijumpai,
(PTPN
IV, 1996).
Kemasaman tanah idealnya adalah pH 5,5 yang baik
adalah pH 4,0-6,0, tetapi boleh juga digunakan pH 6,5-7. Tanah harus gembur dan
drainase baik sehingga aerasi juga baik (Sianturi, 1991).
Sifat fisik tanah yang baik lebih dikehendaki
tanaman kelapa sawitdaripada sifat kimianya. Beberapa hal yang menentukan
sifat fisik tanah adalah tekstur, struktur, konsistensi, kemiringan tanah,
permeabilitas, ketebalan lapisan tanah dan kedalaman permukaan air tanah.
Secara ideal tanaman kelapa
sawitmenghendaki tanah yang gembur, subur, mempunyai solum
yang dalam tanpa lapisan padas, teksturnya mengandung liat dan debu 25-30%,
datar serta berdrainase baik (Tim Penulis PS, 1997).
Kompos
TKKS (Tandan Kosong Kelapa Sawit)
Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) merupakan kompos 27
% dari berat tandan buah segar. TKKS ini sebagai limbah menjadi masalah dalam industri
minyak sawit. Limbah ini akan terus bertambah berkaitan dengan peningkatan
produksi minyak kelapa sawit atau meluasnya areal kelapa sawit. Teknologi
produksi kompos dari tandan kosong sawit (TKS) merupakan satu teknologi
pengolahan limbah yang sekaligus dapat mengatasi masalah limbah padat dan
limbah cair di PKS. Penempatan teknologi ini memungkinkan PKS untuk menerapkan
konsep zero waste yang berarti tidak ada lagi limbah padat dan
limbah cair yang dibuang (http://wuryan.wordpress.com, 2008).
Limbah padat pabrik kelapa sawit dikelompokkan menjadi
dua, yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dan yang berasal dari
basis pengolahan limbah cair. Limbah padat yang berasal dari proses
pengolahan berupa Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS). Kandungan unsur hara
kompos yang berasal dari limbah kelapa sawit sekitar 0,4 % N; 0,029 sampai 0,05
% P2O5; 0,15 sampai 0,2 % K2O. Setiap
pengolahan 1 ton TBS akan menghasilkan limbah pada berupa tandan kosong sawit
(TKS) sebanyak 200 kg (http://ditjenbun.deptan.go.id, 2010).
Selain
minyaknya, ampas tandan
kelapa sawit merupakan sumber
pupuk kalium dan
berpotensi untuk diproses menjadi
pupuk organik melalui
fermentasi (pengomposan) aerob
dengan penambahan mikroba alami yang akan memperkaya pupuk yang
dihasilkan. Tandan kosong kelapa sawit
(TKKS) mencapai 23
% dari jumlah
pemanfaatan limbah kelapa
sawit tersebut sebagai alternatif pupuk
organik sehingga memberikan
manfaat lain dari
sisi ekonomi. Bagi
perkebunan kelapa sawit, dapat menghemat penggunaan
pupuk sintetis sampai
dengan 50 %. Ada beberapa alternatif pemanfaatan TKKS yang
dapat dilakukan, yaitu sebagai pupuk kompos, merupakan bahan organik yang
telah mengalami proses
fermentasi atau dekomposisi
yang dilakukan oleh mikroorganisme. Kompos TKKS memiliki
beberapa sifat yang menguntungkan antara lain :
- Memperbaiki
struktur tanah berlempung menjadi ringan.
- Membantu
kelarutan unsur-unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman.
- Bersifat
homogen dan mengurangi risiko sebagai pembawa hama tanaman.
- Merupakan
pupuk yang tidak mudah tercuci oleh air yang meresap dalam tanah.
- Dapat
diaplikasikan pada sembarang musim.
Selain sebagai
pupuk kompos TKKS
juga sebagai pupuk
kalium karena abu
tandan tersebut memiliki kandungan
30 - 40
% K2O, 7
% P2O5, 9
% CaO, dan
3 % MgO (http://www.warintek.com, 2010).
Proses pengomposan TKS dimulai dengan pencacahan TKS
dengan mesin pencacah. TKS yang telah dicacah ditumpuk di atas lantai semen
pada udara terbuka atau dibawah atap. Tumpukan dibalik 3-5 kali seminggu dengan
mesin pembalik BAKHUS dan disiram dengan limbah cair PKS. Pada akhir
pengomposan yang berlangsung selama 6-8 minggu, kompos diayak dan dikemas (http://wuryan.wordpress.com, 2008).
Media
Tanam
Media tanam yang digunakan seharusnya adalah tanah
yang berkualitas baik, misalnya tanah bagian atas (top soil)
pada ketebalan 10-20 cm dan berasal dari areal pembibitan dan
sekitarnya. Tanah yang digunakan harus memiliki struktur yang baik, tekstur
remah dan gembur, tidak kedap air serta bebas kontaminasi (hama dan penyakit
khususnya cendawan Ganoderma, pelarut, residu, bahan kimia). Bila tanah yang
akan digunakan kurang gembur dapat dicampur pasir dengan perbandingan pasir :
tanah = 3 : 1 (kadar pasir tidak melebihi 60%). Sebelum dimasukkan ke dalam
polybag, campuran tanah dan pasir diayak dengan ayakan kasar berdiameter 1,5-2
cm. preoses pengayakan bertujuan untuk membebaskan media tanam dari sisa-sisa
kayu, batuan kecil dan material lainnya (PPKS, 2008).
Sifat kimia tanah berpengaruh saat menentukan
dosis pemupukan dan kelas kesuburan tanah. Kekurangan unsur hara dapat diatasi
dengan pemupukan. Dosis pemupukan harus sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
umur tanaman dan kondisi tanahnya, misalnya tanah asam perlu ditambahkan kapur (Sunarko,
2009).
Pohon kelapa sawit harus dikembangkan dengan biji
sejak tidak adanya metode uniseksual yang cocok. Di Malaysia tempat benih
berminyak dibuat dari biji-biji sebelum kelapa sawit berkecambah di dalam
kaleng atau tanah berpasir 2,5 cm dan berjarak 8 cm di dalam pasir dengan
beberapa pori sekitarnya (Hartmann, 1998).
Tanamlah benih dalam kantong plastik yang berukuran
20x10 cm yang telah berisi tanah (top soil) yang subur dan gembur, yakinkan
bahwa tunas ada di bagian atas, sedang yang ada akarnya berada di bagian bawah
(dalam tanah), berikan pemulsaan dan siramlah dua kali sehari ketika udara
kering. Kantong-kantong plastik yang telah berisi benih itu ditempatkan
berkumpul dalam keadaan berdekatan untuk memudahkan pemeliharaan dan
pengawasannya (Kartasapoetra, 1988).
Pembibitan
di Pre Nursery
Pada
dasarnya dikenal dua sistem pembibitan yaitu sistem pembibitan ganda (double
stage system) dan sistem pembibitan
tunggal (single stage
system). Pada penerapan
sistem tahap ganda, penanaman bibit dilakukan sebanyak dua
kali. Tahap pertama disebut pembibitan pendahuluan, yaitu kecambah
ditanam dengan menggunakan plastik
polibag kecil sampai
bibit berumur 3 bulan, kemudian tahap kedua bibit tersebut ditanam ke pembibitan utama yang
menggunakan plastik polibag besar selama 9 bulan. Pada sistem pembibitan tahap
tunggal, bibit langsung di tanam
di dalam plastik polibag besar hingga berumur 12 bulan tanpa harus ditanam di dalam plastik polibag
kecil (http://www.warintek.com, 2010).
Pre nursery diawali dengan menanam kecambah kelapa
sawit ke dalam tanah pada kantong plastik (polibag) kecil hingga berumur tiga
bulan. Penanaman (persemaian) kecambah sebaiknya dilakukan segera setelah
pesanan kecambah datang. Bahkan, penanaman pada pre nursery dilakukan paling
lama 1 hari setelah kedatangan kecambah (Hadi, 2004).
Pembibitan awal (Pre nursery) mempunyai ciri – ciri
adalah penggunaan kantong plastik berukuran kecil, sehingga jumlah bibit per ha
areal pembibitan menjadi banyak. Tempat pembibitan adalah kantong plastik
karena harganya lebih murah, dan mudah disimpan (Mangoensoekarjo dan
Semangun, 2003).
Benih tanaman ini setelah 3 atau 4 bulan atau setelah
masing-masing memiliki 5 daun, hendaknya dipindahkan pada kantong plastik baru berukuran
sekitar 40 cm x 50 cm, sebagian daripadanya diisi lapisan tanah permukaan yang
subur dan gembur. Robek kantong plastik yang lama kemudian pindahkan benih
tanaman dengan hati-hati, usahakan agar bagian tanah yang menggumpal di sekitar
akar-akar tanaman yang masih halus itu tidak pecah (berantakan). Atur
kantong-kantong plastik yang berisi tanaman tersebut (Kartasapoetra, 1988).
Ukuran polybag bergantung pada lamanya bibit di
pembibitan. Pada tahap awal, polybag yang digunakan berwarna putih atau hitam
dengan ukuran panjang 22 cm, lebar 15 cm dan tebal 0,1 mm. Di setiap polybag
dibuat lubang diameter 3 mm sebanyak 12-20 buah (tiga baris, jarak 5 cm). Pada
tahap pembibitan utama digunakan polybag berwarna hitam dengan ukuran panjang
50 cm, lebar 37-40 dan tebal 0,2 mm. Pada setiap polybag dibuat lubang diameter
5 mm sebanyak 12 buah pada ketinggian 10 cm dan dibawah polybag (PPKS, 2008).
BAB
III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan
Tempat Praktikum
Waktu :
Sabtu, 27 April 2014
Tempat : PT.
BIO NUSANTARA TEKNOLOGI, Bengkulu Utarra
3.2
Bahan dan Alat
·
Alat tulis
·
Buku
·
Perekam
3.3 Metode Pelaksanaan/Rancangan yang Digunakan
Metode yang dilakukan adalah
mempraktekkan langsung acara praktikum yang sedang dilakukan.
3.4
Cara Kerja
·
Melakukan kegiatan
ini secara berkelompok atau per kelas
·
Membawa
peralatan tulis dan alat perekam untuk wawancara
·
Mempersiapkan
daftar pertanyaan untu wawancara
·
Menanyakan
hal-hal yang telah di persiapakan di daftar pertanyaan tersebut ketika
wawancara berlangsung
·
Membuat
laporan sesuai format yang telah ditentukan
3.5
Sifat-sifat yang Diamati
Tidak
ada dilakukan pengamatan secara spesifik.
BAB
IV
PEMBAHASAN
Bahasa latin Kelapa
sawit
adalah Elais quinensis. Sawit harus brondol karena
diharapkan produksi minyak besar dan lebih banyak. Petani harus setiap hari
datang ke piringan. Dengan berat rata-rata 3 kg, persentase rendemen telah
maksimal. Sawit yang akan dibawa kepabrik harus benar-benar masak supaya pada
saat masuk ke pemrosesan brondolan tdk jatuh. Di PT.Bio pasar pikul per hektar
ada 600 meter, jarak gawangan 1 pasar pikul. Buah yang layak/siap untuk panen
yakni buah yang telah berwarna merah, kalau disayat berwarna kuning kunyit.
Gulma yang terdapat di kebun sawit ini adalah rumput-rumputan, pakis-pakisan.
Gulma pada tanaman sawit yang belum menghasilkan dan pada tanaman sawit yang
sudah menghasilkan dikendalikan dengan penebasan untuk gulma yang ada dibatang
sedangkan gulma yang ada dibawah dan di sekitar batang ditutup dengan pelepah
sawit, di PT.BIO tidak menggunakan racun kimia, dan pada tanaman sawit yang
sudah tinggi/besar gulma tidak lagi dikendalikan karena tidak mempengaruhi
produksi buah sawit. Sawit yang ada di PT.BIO ditanam pada tahun 1991-1992.
Pruning dilakukan untuk tanaman belum menghasilkan yang telah berumur 3 tahun, hal ini dilakukan
untuk menjaga batang. Pelepah yang
ditinggalkan 2 pelepah di bawah buah. Jika tanaman sawit sudah tinggi 1 aja yg
di tinggal dibawah buah sawit. Pemupukan dilakukan 2x dalam setahun. Jenis
pupuk yang digunakan NPK, metode pemupukan yang digunakan di sekitar piringan
disebar atau dibuat lubang. Untuk pengapuran tidak pernah dilakukan pengapuran.
Biji sawit yang digunakan yakni yang tinera. Lebar piringan 2 meter, hal ini
dilakukan karena pada jarak ini akar aktif menyerap unsure hara. Fungsi
piringan ini yaitu untuk memudahkan pengumpulan buah yg jatuh juga untuk tempat
pemupukan. Pada tanaman sawit ini dibuat jalur mati dan jalur hidup yang
disebut pasar pikul, jalur hidup digunakan untuk memudahkan jalan petani dan
untuk meletakkan buah yg dipanen. Jalur mati ditutup dengan pelepah dan
berfungsi untuk mengendalikan gulma. Untuk meningkatkan produksi buah sawit
ditambahkan suplemen seperti pupuk npk, pupuk organic yang dibuat sendiri.
Untuk pemanenan dilakukan 2x setiap bulan. Pada afdeling yang diamati sudah
memiliki tandan panen. Pada tanaman sawit yang ada di PT.BIO mengahasilkan pada
umur >3tahun, pada usia 3-5 tahun dodos yang digunakan dodos kecil.
BAB V
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan dilapangan di PT Bio Nusantara
dapat disimpulkan bahwa untuk jenis kelapa sawit yang ditanaman pada perkebunan
tersebut adalah jenis kelapa sawit tetera dan untuk umur produksi yaitu dari
umur 3 – 25 tahun. Sedangkan untuk pemupukan menggunakan pupuk organik dan anorganik
(Tunggal dan majemuk), sedangkan untuk pembagain abedlin pada perkebunan ini
dibagi kedalam 10 abdeling dimana untuk setiap abdeling mencakup luas antara
450-650 ha.
DAFTAR PUSTAKA
Fauzi, Y., Y. E. Widyastuti., I. Satyawibawa dan R. Hartono.
2003. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya, Jakarta.
Hadi, M. M., 2004. Teknik
Berkebun Kelapa Sawit. Adicita Karya Nusa, Yogyakarta.
Hartman, H., T., W. J. Klacker, A. M. Kofrarek. 1998. Plant Science. Prentice Hall Inc., New Jersey.
Http://www.ditjenbun.deptan.go.id., 2010. Limbah Kelapa sawit. Diakses tanggal 31 Mei 2014.
Http://www.warintek.com., 2010. Komoditi Kelapa Sawit. Diakses tanggal 31
Mei 2014.
Http://www.wuryan.wordpress.com., 2010. Kelapa Sawit. Diakses tanggal 31 Mei 2014.
Kartasapoetra, A. G., 1988. Hama
Tanaman Pangan dan Perkebunan. Bina Aksara, Jakarta.
Lubis, A. U., 1992. Kelapa
Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat Bandar Kuala, Pematang
Siantar.
Mangoensoekarjo, S. dan H. Semangun, 2003. Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit. UGM Press, Yogyakarta.
PPKS, 2008. Teknologi
Kultur teknis dan Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.
PTPN IV., 1996. Vademecum
Kelapa Sawit. PT Perkebunan Nusantara IV Bah Jambi, Pematang Siantar.
Sastrosayono, S., 2008. Budidaya
Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Setyamidjaja, D., 1991. Budidaya
Kelapa Sawit. Kanisius, Yogyakarta.
Sianturi, H. S. D., 1991. Budidaya Tanaman Kelapa Sawit. USU
Press, Medan.
Sunarko, 2009. Petunjuk
Budidaya Dan Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Tim Penulis PS, 1997.
Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya, Jakarta.