LAPORAN PRAKTIKUM IRIGASI & DRAINASE
ACARA 5
Perhitungan Irigasi
berdasarkan Kemampuan Daerah Perakaran Menyimpan Air
Disusun Oleh
:
Nama : Putri
Mian Hairani
NPM : E1J012014
Dosen Pembimbing :
Sigit Sudjatmiko, Ph.D
Co-ass : Riduan
Hutabarat
Program Studi Agroekoteknologi
Jurusan Budidaya Pertanian
Fakultas Pertanian
Universitas
Bengkulu
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air
dapat berada dalam lapisan tanah karena adanya ruang-ruang kosong ( voids )
diantara partikel tanah serta adanya gaya tarik partikel tanah terhadap air
atau (adsorptive force) dan gaya kapiler (capilary force). Gabungan kedua gaya
terakhir disebut dengan gaya matrik ( matric force). Begitu ruang-ruang kosong
terisi air, maka gaya mtriknya mulai turun dan pada keadaan mendekati jenuh
maka gaya mtriknya mendekati nol (James, 1988). Keadaan air pada saat gaya
matriknya nol disebut kapasitas lapang ( field capacity). Apabila air terus
ditambahkan, meskipun ruangannya masih tersedia, maka air tersebut akan
dibiarkan terus mengalir ketempat lebih rendah oleh karena gaya gravitasi, akan
tetapi apabila ada gaya luar yang menahan gaya gravitasi, maka air akan
memenuhi seluruh ruang kosong yang ada. Air yang berada dalam ruang antar
partikel tanah akan tetapi diluar kendali gaya matrik disebut air gravitasi.
Tidak
semua air yang ada dalam pori tanah dapat dipergunakan oleh tanaman. Hal ini
tergantung oleh kekuatan dalam menarik air antara akar dengan partikel tanah.
Pada kondisi kapasitas lapang, akar tanaman dapat dengan mudah mengambil air
yang ada dalam pori tanah, namun dengan semakin berkurangnya jumlah air
tersedia dalam pori tanah maka gaya matriknya meningkat dan air diikat lebih
kuat sehingga diperlukan tenaga yang lebih besar untuk mengambilnya. Keadaan
air tanah pada saat akar tanaman tidak lagi mampu mengambilnya disebut titik
layu permanen. Dengan demikian secara teoritis, jumlah air yang dapat digunakan
oleh tanaman (tersedia untuk tanaman) merupakan selisih jumlah air kapasitas
lapangan dengan titk layu permanen.
Kemampuan
tanah menyimpan air dipengaruhi oleh jenis dan ukuran diameter partikel
penyusunya. Partikel liat mempunyai daya ikat air lebih besar dibandingkan
partikel pasir, akan tetapi tanah liat mempunyai ruang antar partikel (voids)
lebih sempit dibanding tanah pasir. Oleh karena itu, air gravitasi pada tanah
liat lebih kecil dibanding tanah pasir. Secara teori, baik tanah berpasir
maupun tanah liat kurang mampu myediakan air untuk tanaman. Tanah dengan
tekstur sedang (lempung) umumnya mempunyai kemampuan menyimpan dan menyediakan
air untuk tanaman lebih besar dari tanah lainnya.
Untuk
melakukan kegiatan perhitungan kebutuhan air oleh tanaman berdasarkan kandungan
lengas tanah (kandungan air dalam perakaran tanaman), sangat diperlukan
informasi kadar lengas tanah pada saat kondisi kapasitas lapang, saat kegiatan
berlangsung (aktual) dan saat titik layu permanen. Selain itu diperlukan
informasi tentang nilai bulk density
tanah/lahan yang akan diukur. Rumus yang digunakan untuk perhitungan kebutuhan
air oleh tanaman sebagai berikut:
dw=
dimana:
dw = kedalaman air
(mm)
ds = kedalaman tanah
(mm)
Pm = moisture contents
pada saat kapasitas lapang, aktual dan titk layu permanen
= relative bulk density (unintless), merupakan
ratio antara bulk density tanah dengan bulk density air. Untuk diketahui bahwa
bulk density air = 1 g/cm3
.
1.2 Tujuan
·
Visualisasi
tanah dan tanaman dalam kondisi kapasitas lapang
·
Visualisasi
tanah dan tanaman dalam kondisi aktual
·
Visualisasi
tanah dan tanaman dalam kondisi titik layu permanen
·
Menghitung
kebutuhan air pada berbagai kondisi lengas tanah
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Kadar Air
Kadar
air biasanya dinyatakan dalam banyaknya air yang hilang bila massa tanah
dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C sampai diperoleh berat tanah kering yang
tetap. Penentuan kandungan air dalam tanah dapat ditentukan dengan istilah
nisbi, seperti basah dan kering dan istilah jenuh atau tidak jenuh. Jumlah air
yang ditahan oleh tanah dapat dinyatakan atas dasar berat atau isi (Pairunan,
dkk. 1997).
Adapula
disebut kadar air pada kapasitas lapang yaitu apabila permukaan lapisan air
berkisar 1/3 atm, dimana air memasuki tanah dan tebal lapisan air tanah menipis,
tegangan pada batas antara air dengan udara meningkat dan akhirnya begitu besar
sehingga menghentikan gerakan air kebawah. Air dalam ruang pori
makro tidak ada
lagi, tetapi masih
terdapat dalam pori
mikro (Foth, 1998).
Titik
Layu Permanen adalah kandungan air tanah dimana akar-akar tanaman mulai tidak
mampu lagi menyerap air dari tanah, sehingga tanaman menjadi layu. Tanaman akan
tetap layu baik pada siang ataupun malam hari. Kandungan air pada titik layu
permanen adalah pada tegangan 15 bar. Air yang tersedia bagi tanaman adalah air
yang terdapat pada tegangan antara 1/3 bar sampai dengan 15 bar (Hakim, 1986).
2.2. Faktor – faktor yang Mempengaruhi
Kadar Air tanah
Faktor
yang mempengaruhi kadar air adalah : (1) tekstur tanah. Kemampuan tanah menahan air dipengaruhi
antara lain oleh tekstur tanah. Tanah-tanah bertekstur kasar mempunyai daya
menahan air lebih kecil daripada tanah bertekstur halus. Oleh karena itu,
tanaman yang ditanam pada tanah pasir umumnya lebih mudah kekeringan daripada
tanah-tanah bertekstur lempung atau liat. (2) Bahan organik, semakin tinggi
kadar bahan organik suatu tanah semakin tinggi pula kadar dan ketersediaan
airnya (3) Senyawa kimia, semakin banyak senyawa kimia semakin rendah kadar air
tanah, (4) Kedalaman solum, semakin dalam kedalaman solum suatu tanah maka
semakin besar kadar airnya, (5) Iklim, faktor iklim meliputi curah hujan suhu
dan air (6) Tanaman, faktor tanaman dapat meliputi kedalaman perakaran
toleransi terhadap kekeringan serta tingkat dan stadium pertumbuhan yang pada
prinsipnya terkait dengan kebutuhan air tanaman. (7) Struktur tanah, apabila
struktur tanahnya berbentuk remah, granuler maka kemampuan menahan airnya lebih
besar karena struktur tanah tersebut tidak mudah rusak sehingga pori-pori tanah
tidak cepat tertutup apabila terjadi hujan (Hakim, 1986).
Faktor-faktor yang mempemgaruhi kadar
air yaitu evaporasi, tekstur tanah serta bahan organik. Tanah yang berlempung
misalnya mempunyai kandungan air yang labih banyak dibandingkan tanah berpasir.
Gerakan air dalam tanah akan mempengaruhi keberadaan air disuatu tempat, gerak
kapiler pada tanah basah akan lebih cepat daripada gerakan keatas maupun
kesamping (Mulyani, 1991).
2.3. Kapasitas Lapang
Kapasitas
lapang adalah suatu keadaan tanah yang merupakan tanah paling lembab dan mampu
untuk menahan kadar air terbanyak terhadap adanya gaya tarik bumi atau gaya
grafitasi.kapasitas lapang sangat berhubungan dengan lingkungan dan kondisi
tanah yang mampu untuk menahan air didalamnya. Misalnya di suatu daerah
memiliki kondisi tanah yang bagus dengan kapasitas lapang terbaik maka di dalam
tanah tersebut mungkin saja terdapat akar-akaran dari pohon sehingga membantu
penyerapan air tanah dan menyimpannya lebih lama di dalam tanah. Akan tetapi dengan
berkurangnya jumlah pepohonan menjadikan ekosistem di dalam tanah menjadi
semakin buruk dan air tanahpun akan cepat sekali menguap, sehingga tak heran
kalau suatu saat nanti akan menimbulkan bencana banjir (Mulyani, M. 1991)
Menurut
(Hardjowigeno, 2007) bahwa air terdapat di daalam tanah karena di
tahan/disserap oleh massa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air, atau karena
keadaan drainase yang kurang baik. air dapat mersap atau ditahan oleh tanah
karena adanya gaya-gaya adhesi, kohesi, dan gravitasi. karena adanya gaya-gaya
tersebut maka air dalam tanah dapat dibedakan menjadi:
a. Air higroskopis, yang terserap tanah
sangat kuat sehingga tidak dapat digunakan tanaman (adhesi antara tanah dan
air)
b. Air kapiler, yang terdapat dalam tanah
dimana kohesi dan daya adhesi lebih kuat dari gravitasi. dapat bergerak
kesamping atau keatas karena gaya-gaya kapiler. sebagian besar dari air kapiler
merupakan air yang tersedia bagi tanaman.
BAB III
BAHAN & ALAT
2.1 Alat dan Bahan
1.
Lahan pertanian (lingkup Lab. Agronomi, belakang Sekretariat
Himagrotek)
2.
Pupuk kandang, Pupuk Urea, TSP, KCl, dan pestisida
3.
Benih tanaman Jagung dan Kedelai
4.
Alat (ring sample)
pengambil sampel tanah
5.
Oven
6.
Tensiometer / alat pengukur kelembapan tanah
7.
Baju praktikum saat pengukuran
2.2 Cara
Kerja
1.
Memilih lahan pertanian yaitu di lingkup Lab. Agronomi,
belakang Sekretariat Himagrotek
2.
Mengolah tanah dengan ukuran 3 x 3 m
3.
Untuk setiap jenis tanaman dibuat masing – masing 3 petak
4.
Menanam benih jagung dengan jarak tanam 0,75 x 25 m
5.
Menanam benih jagung dengan jarak tanam 0,25 x 0,2 m
6.
Memelihara tanaman tersebut sesuai dengan standar
pengelolaan tanaman tersebut (pupuk dan penyiraman)
7.
Melakukan penyiraman Pada minggu ke 5 atau 6
8.
Memperlakukan petak 1 pada kondisi kapasitas lapang (setiap
hari disiram)
9.
Menyiram petak kedua setiap 4 hari sekali
10. Untuk petak ketiga
tidak disiram sama sekali (asumsinya dalam waktu 14 hari tanpa penyiraman dan
tidak terkena hujan maka akan diperoleh kondisi titik layu permanen)
11. Untuk menjaga agar
petak 2 dan 3 tidak terkena air hujan maka perlu dinaungi dengan plastik
12. Untuk satu petak
lahan disediakan untuk mengetahui kondisi lengas tanah pada saat jenuh
13. Pada saat pengambilan
sampel tanah, usahakan dilakukan juga pengukuran lengas tanah menggunakan alat
tensiometer
14. Pada minggu 7 – 8
dilakukan pengambilan sampel di ke 3 petak untuk dihitung bulk density dan lengas tanahnya. Lengas tanah yang dihitung adalah
pada kedalaman 15 cm dan 30 cm. Prosedur perhitungan kadar lengas tanah
menggunakan gravimetri
Lengas
tanah (%) =
15. Mencatat semua data
yang diperoleh, termasuk kondisi tanaman (penampakan atau vigor) pada saat
pengukuran / pengambilan sampel tanah dilakukan
16. Menghitung kebutuhan
air sesuai dengan tugas yang diberikan pada saat praktikum di laboratorium
BAB IV
HASIL &
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Berat basah sampel tanah
Sampel
|
Aktual
|
Jenuh
|
Kapasitas Lapang
|
Titik Layu Permanen
|
1
|
236,4
|
330,5
|
313,5
|
193,6
|
2
|
300,6
|
301,8
|
282
|
177,7
|
3
|
235,7
|
321,8
|
278,9
|
201,3
|
4
|
256,1
|
280,8
|
287,1
|
187,1
|
5
|
333,5
|
270,2
|
300,2
|
192,8
|
Rata-rata
|
272,46
|
301,02
|
292,34
|
190,5
|
Berat kering sampel tanah
Sampel
|
Aktual
|
Jenuh
|
Kapasitas Lapang
|
Titik Layu Permanen
|
1
|
116,1
|
227,1
|
235,6
|
181
|
2
|
226,1
|
180,7
|
208,5
|
160,8
|
3
|
188,7
|
223,5
|
212,7
|
185,8
|
4
|
184,6
|
180,7
|
211,8
|
169,1
|
5
|
248,7
|
176,6
|
226,3
|
185,2
|
Rata-rata
|
192,84
|
197,72
|
219,02
|
176,38
|
4.2 Pembahasan
Perlakuan
|
Rata-rata
berat basah sampel
|
Rata-rata
Berat kering sampel
|
% lengas
|
Jenuh
|
301,02
|
197,75
|
34,43
|
KL
|
292,34
|
219,02
|
25,08
|
Aktual
|
300,6
|
226,15
|
24,76
|
TLP
|
190,5
|
176,34
|
7,49
|
Keterangan: Volume ring sampel = πr2t = 3,14 (3,7)2 5,1
= 219,23
Berat
kering rata-rata tanah = = 200,95
Bulk density (BD) = =
1.
Hitung total air yang
terdapat pada kondisi aktual pada kedalaman 30 cm?
2.
Hitung kedalaman tanah
yang dibasahi akibat penyiraman air sebanyak 35 mm?
3.
Hitung jumlah air yang
tersedia pada kedalaman 30 cm pada saat kondisi kapasitas lapang?
4.
Terkait dengan
pertanyaan nomor 2, apakah tanaman saudara telah tercukupi kebutuhan airnya
pada saat penyiraman sebanyak 35 mm?
Jawab: Pada kasus ini,
kebutuhan air untuk tanaman kami sudah tercukupi karena kedalaman air mencapai
12,5 meter.
BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Nilai kadar lengas tanah paling besar adalah tanah jenuh, dan yang terkecil
adalah titik layu permanen. Dengan mengetahui lengas tanah maka kita bisa menghitung kebutuhan air
irigasi yang dibutuhkan oleh tanaman
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kadar air dalam tanah adalah tekstur tanah, kadar bahan
organik, senyawa kimia dan kedalaman solum.
4.2 Saran
Semoga
ke depannya fasilitas pendukung kegiatan praktikum lebih memadai lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Foth, H.D., 1998. Dasar-Dasar
Ilmu Tanah.. Edisi VI. Erlangga, Jakarta.
Hakim N., M.Y. Nyakpa, A. M. Lubis,
S.G. Nugroho, H.M. Soul, M.A. Diha, Go Bang Hong,
H.H. Bailey, 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.
Badan Kerjasam Perguruan Tinggi
Negeri Indonesia Bagian Timur. Ujung Pandang.
Haryati.2003. Pengaruh Cekaman Air Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman.
Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Hardjowigeno. S, 2003. Ilmu Tanah. Penerbit Akademika
Pressindo, Jakarta.
Mulyani, M. 1991. Pengantar Ilmu Tanah. Rineka Cipta. Jakarta
Pairunan ,A.K., JL.Nanere, Arifin.
S.R.Samosir, R.Tangkai Sari, J.R.Lalopouo, B.Ibrahim, H.Asmadi.,
1997. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.
Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri
Indonesia Timur, Ujung Pandang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar